Langkah terintegrasi ini tidak hanya sebatas pemenuhan kebutuhan domestik, tetapi juga sebuah pernyataan geopolitik bahwa Indonesia, melalui MIND ID, bertransisi dari sekadar pemasok komoditas menjadi pemain kunci yang menentukan harga dan standar dalam rantai pasok energi bersih global.
Namun demikian, kelimpahan sumber daya saja tidak dapat menjamin masa depan Indonesia. Tantangan berikutnya, menurut Phoumin, adalah mengubah kekayaan mineral menjadi kemakmuran berkelanjutan berbasis aturan.
Phoumin lantas menyoroti tiga imperatif yang perlu diterapkan oleh Indonesia. Pertama, adalah transparansi. Menurutnya, pasar mineral global rentan terhadap asimetri informasi dan volatilitas harga.
“Pendirian ‘Critical Minerals Data Hub’ di bawah WTO atau G20 dapat membantu memantau produksi, pembatasan perdagangan, dan tingkat stok secara real time, sekaligus mencegah penimbunan ekspor,” katanya.
Kedua, adalah keberlanjutan. Industrialisasi cepat di Indonesia memunculkan tantangan ESG, mulai dari deforestasi hingga smelter berbasis batu bara. Untuk itu, Indonesia disebut harus mengacu pada standar lingkungan dan sosial berbasis OECD agar tetap kompetitif di pasar teknologi bersih bernilai tinggi.
“Pengembangan sertifikasi ESG nasional dan kerangka pelacakan dapat memperkuat kepercayaan internasional dan membuka aliran pembiayaan hijau dari mitra seperti EXIM Bank AS dan DFC,” tuturnya.
Ketiga, diversifikasi. Inisiatif seperti Inflation Reduction Act Amerika Serikat dan Minerals Security Partnership membuka peluang kolaborasi di luar FTA tradisional. Adapun compact sektoral antara AS dan Indonesia dapat memperkuat ketahanan rantai pasok dan mendorong investasi.
Phoumin menambahkan bahwa strategi hilirisasi Indonesia juga perlu dipadukan dengan kerja sama global. Transparansi harus mencakup kepatuhan terhadap aturan perdagangan dan investasi yang jelas. Sementara itu, keberlanjutan perlu bergerak menuju transisi terukur, seperti smelter berbasis energi terbarukan dan pengelolaan limbah secara bertanggung jawab. ***
Baca Juga: Bahlil Blak-blakan Hilirisasi Indonesia Beda dari China dan Korea, Ini Penyebabnya