- PBNU menerbitkan surat edaran resmi yang menyatakan KH Yahya Cholil Staquf nonaktif sebagai Ketua Umum per 26 November 2025.
- Pemberhentian otomatis ini terjadi setelah Gus Yahya tidak mengundurkan diri sukarela dalam tiga hari sesuai permintaan Syuriyah.
- Kepemimpinan organisasi kini berada di tangan Rais Aam, namun langkah Syuriyah ini dinilai bertentangan dengan AD/ART oleh pihak Tanfidziyah.
Suara.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU secara resmi mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa KH Yahya Cholil Staquf, atau yang akrab disapa Gus Yahya, tidak lagi berstatus sebagai ketua umum.
Surat edaran bernada tegas ini telah beredar luas, dan diketahui bercap tanda tangan elektronik dari Wakil Rais Aam, KH Afifuddin Muhajir, serta Katib PBNU, Ahmad Tajul Mafakhir.
Keputusan krusial ini bukanlah langkah yang diambil secara mendadak, melainkan tindak lanjut dari rapat harian Syuriyah PBNU yang digelar pada 20 November lalu di Jakarta.
Dalam rapat tersebut, jajaran Syuriyah meminta Gus Yahya untuk mundur dari kursi ketua umum secara sukarela dalam tenggat waktu tiga hari sejak keputusan diterima.
Klausul dalam rapat tersebut menegaskan, jika dalam waktu tiga hari tidak ada pengunduran diri, maka rapat harian Syuriyah PBNU memutuskan untuk memberhentikan Yahya Cholil Staquf secara otomatis.
Berdasarkan kronologi yang tercatat dalam surat edaran, Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir telah berupaya memberikan risalah rapat harian Syuriyah tersebut secara langsung kepada Gus Yahya pada 21 November di kamar 209 Hotel Mercure, Ancol.
Namun, dalam pertemuan itu, Gus Yahya disebut menyerahkan kembali dokumen risalah rapat kepada KH Afifuddin.
Status Resmi Per 26 November 2025
Surat edaran terbaru ini diterbitkan, setelah batas waktu atau deadline tiga hari tersebut terlewati tanpa adanya surat pengunduran diri.
Baca Juga: Mahfud MD Soal Geger di Internal PBNU: Konflik Tambang di Balik Desakan Gus Yahya Mundur
Poin-poin dalam surat tersebut secara rinci mencabut kewenangan Gus Yahya.
Dalam butir kedua disebutkan bahwa pada 23 November, Gus Yahya telah membaca hasil risalah Syuriyah PBNU. Akibatnya, mekanisme pemberhentian pun berlaku.
"Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU, terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB," demikian tertulis dalam butir 3 surat edaran tersebut.
Siapa Penggantinya?
Dampak dari keputusan ini sangat signifikan terhadap operasional organisasi.
Dalam butir selanjutnya dinyatakan secara eksplisit bahwa Yahya Cholil Staquf tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas, dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU.
Selain itu, ia juga kehilangan legitimasi untuk bertindak atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama terhitung sejak tanggal dan jam yang ditetapkan.
Untuk mengisi kekosongan kepemimpinan agar roda organisasi tetap berjalan, surat edaran tersebut menegaskan bahwa kepemimpinan PBNU kini sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
Pengurus juga diperintahkan untuk segera menggelar rapat pleno guna menindaklanjuti pergantian pengurus PBNU ini.
Bagi pihak yang merasa keberatan, surat edaran tersebut membuka ruang sengketa melalui mekanisme internal.
"Bila KH Yahya Cholil Staquf berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka dapat menggunakan hak untuk mengajukan permohonan kepada Majelis Tahkim Nahdlatul Ulama, sesuai mekanisme yang telah diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 14 tahun 2025 tentang Penyelesaian Perselisihan Internal," demikian bagian penutup surat edaran.
Konfirmasi Syuriyah dan Bantahan Tanfidziyah
Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakhir telah mengonfirmasi keaslian dokumen tersebut kepada awak media.
"Benar, itu surat dari Syuriyah PBNU," kata Ahmad Tajul.
Ia menjelaskan posisinya sebagai penandatangan bersama Wakil Rais Aam.
Namun, ia meluruskan persepsi mengenai bentuk surat tersebut.
"Sebagai Katib PBNU bersama Wakil Rais Aam, KH Afifuddin Muhajir, saya menandatangani surat itu. Jadi itu bukan surat pemberhentian," kata dia.
Menurut Tajul, surat edaran ini adalah konsekuensi logis dari Risalah Rapat Harian Syuriyah.
"Dalam risalah yang dibuat Syuriyah, memberikan Gus Yahya waktu mundur atau diundurkan setelah tiga kali duapuluh empat jam. Karena itulah surat ini diterbitkan," kata Ahmad Tajul.
Ketua PBNU Savic Ali menilai, langkah yang diambil Syuriyah bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.
Menurut Savic, kewenangan memberhentikan Ketua Umum tidak berada di tangan Syuriyah melalui rapat harian, melainkan harus melalui forum tertinggi.
"Dalam AD/ART, Syuriyah tak bisa memecat Ketua Umum Tanfidziyah, jadi harus lewat muktamar luar biasa."
Ia juga menyayangkan sikap Rais Aam yang dinilai terlalu memaksakan kehendak tanpa memberikan ruang klarifikasi yang memadai bagi Gus Yahya.
Savic menyebut bahwa belum ada forum resmi yang memberikan kesempatan kepada Gus Yahya untuk menjawab tuduhan atau masalah yang dialamatkan kepadanya.
"Sejumlah pengurus yang mengetahui persoalan ini dan siap dipanggil untuk memberikan keterangan. Tapi tak juga dipanggil-panggil," kata Savic.