- Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia mengusulkan koalisi permanen kepada Presiden Prabowo Subianto pada 5 Desember 2025 di Jakarta.
- Pengamat Politik Yusak Farchan menilai usulan ini manuver Bahlil untuk loyalitas Golkar demi mengamankan posisinya.
- Koalisi permanen menuju 2029 sangat mungkin terjadi, namun keberhasilannya bergantung pada dinamika politik menjelang pemilihan tersebut.
Suara.com - Pengamat Politik Citra Institute Yusak Farchan menanggapi usulan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia kepada Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk koalisi permanen.
Menurut Yusak, usulan itu disampaikan lantaran Bahlil sedang mencari perhatian Prabowo untuk menunjukkan bahwa Partai Golkar menjadi partai politik yang terdepan dalam mengawal pemerintahan.
“Saya kira Bahlil sedang bermanuver menjadikan Golkar sebagai sekutu paling loyal terhadap Prabowo. Itu poin pentingnya,” kata Yusak dalam keterangannya, Sabtu (6/12/2025).
Dengan begitu, lanjut dia, Bahlil bisa memastikan bahwa nilai Partai Golkar bisa menjadi yang paling besar di mata Prabowo. Jika bisa mendapatkan perhatian Prabowo, Yusak menilai Bahlil bisa memastikan posisinya aman di puncak kepemimpinan Partai Golkar.
“Dukungan presiden atau kekuasaan terhadap Bahlil saya kira sangat vital untuk meredam upaya kudeta internal Bahlil dari posisi Ketua Umum,” ujar Yusak.
Jika usulan koalisi permanen yang diajukan Bahlil bertujuan untuk Pilpres 2029, maka seluruh fraksi/parpol di DPR selain PDIP idealnya berkoalisi mengusung Prabowo-Gibran di 2029.
Yusak menilai skema koalisi tersebut memang sangat memungkinkan, tetapi tetap bergantung pada dinamika politik menjelang Pilpres 2029 nanti.
Sebab, kata dia, ada banyak variabel yang perlu diperhitungkan seperti munculnya figur baru sebagai kompetitor Prabowo, kemudian akseptabilitas publik terhadap Gibran yang fluktuatif, dan keberhasilan pemerintah saat ini.
“Jadi koalisi permanen menuju 2029 bisa jalan, bisa juga tidak. Saya kira konsekuensi dari berkoalisi saat pilpres hanya dua, yaitu menang atau kalah,” tegas Yusak.
Baca Juga: Minta Pilkada Lewat DPRD, Bahlil di Depan Prabowo-Puan: Usul Bahas RUU Politik Hingga Sentil MK
Lebih lanjut, dia menilai pihak yang kalah seharusnya konsisten menjadi oposisi. Namun, saat ini koalisi yang kalah justru sering ikut masuk ke pemerintahan dengan dalih penguatan stabilitas politik.
“Yang menang pilpres tidak pede memerintah tanpa dukungan mayoritas, yang kalah pilpres juga pengen masuk atau merasakan menang. Akhirnya tidak jelas konsep koalisi yang dibangun,” tutur Yusak.
“Koalisi permanen memang perlu dilembagakan sejak dini agar konsep koalisi tidak terjebak pada perburuan kekuasaan semata (rent-office seeking), tapi koalisi yang dibangun berdasarkan orientasi atas kebajikan umum,” tandas dia.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengusulkan koalisi permanen di hadapan Presiden Prabowo Subianto saat acara puncak HUT ke-61 Partai Golkar.
"Partai Golkar berpandangan Bapak Presiden, bahwa pemerintahan yang kuat dibutuhkan stabilitas. Lewat mimbar yang terhormat ini izinkan kami memberikan saran perlu dibuatkan koalisi permanen," kata Bahlil di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (5/12/2025).