suara kasih paham

Jejak Gelap 'Setoran' di Balik Mutasi Kapolres Tuban, Bisakah Reformasi Polri Sejati Tercapai?

Kamis, 11 Desember 2025 | 14:53 WIB
Jejak Gelap 'Setoran' di Balik Mutasi Kapolres Tuban, Bisakah Reformasi Polri Sejati Tercapai?
Ilustrasi 'setoran' di tubuh Polri. (Suara.com/Aldie)
Baca 10 detik
  • Kapolda Jatim mencopot AKBP William Cornelis Tanasale sebagai Kapolres Tuban pada 8 Desember 2025 karena dugaan pemotongan anggaran operasional.
  • Pencopotan ini menyoroti krisis kepercayaan publik yang mana 55% publik pernah mengalami pungli dari aparat kepolisian.
  • Pengamat menilai masalah ini sistemik, dipicu anggaran rutin besar serta kurangnya pengawasan terhadap PNBP oleh institusi Polri.

Namun, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, melihatnya dari sudut pandang yang lebih tajam.

“Ya memang ulah oknum. Karena institusi tentu tidak membenarkan praktik tersebut. Hanya saja selama ini sistem juga memungkinkan atau membuka peluang terjadinya praktek-praktek seperti itu,” ujar Bambang kepada Suara.com, Kamis (11/12/2025).

Menurutnya, ini adalah perpaduan 'racun' antara integritas personel yang rendah dengan sistem yang buruk. Kombinasi ini melahirkan perilaku menyimpang yang terjadi terus-menerus, hingga seolah menjadi tradisi yang bisa dimaklumi di lingkaran internal.

Penyakit sistemik ini, lanjut Bambang, mengakar pada beberapa persoalan fundamental. Salah satunya adalah bagaimana negara masih setengah hati dalam memberikan anggaran kepada Polri.

Berdasar data, pagu anggaran awal Polri untuk tahun 2025 diketahui mencapai Rp126,6 triliun.

Dari ratusan triliun tersebut, Rp59,44 triliun dialokasikan untuk belanja pegawai, Rp34,007 triliun untuk belanja barang dan Rp33,09 triliun untuk belanja modal.

ILUSTRASI Lingkaran setan 'setoran' di tubuh Polri. (Suara.com/Aldie)
ILUSTRASI Lingkaran setan 'setoran' di tubuh Polri. (Suara.com/Aldie)

“Meski anggaran Polri sudah besar tapi persentase terbesar adalah biaya rutin, gaji pegawai. Anggaran untuk penyelidikan misalnya, masih sangat jauh dari memadai bila dibanding dengan kasus yang ditangani,” jelas Bambang.

Kekurangan ini coba ditambal dengan adanya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dikelola langsung oleh Polri. Namun, sayangnya mekanisme tersebut justru menurut Bambang menjadi masalah baru karena minimnya pengawasan.

“Alih-alih digunakan untuk menutupi biaya operasional, seringkali diambil untuk kepentingan pribadi personel,” ungkapnya.

Baca Juga: Otto Hasibuan Heran: Masyarakat Benci Polri, Tapi Orang Ramai Rela Bayar Demi Jadi Polisi

Kondisi ini, ditambah adanya dana hibah, yang disebut Bambang turut menciptakan peluang dan mendorong gaya hidup hedonisme.

Para perwira saling bersaing dalam kemewahan, yang pada akhirnya memicu perebutan jabatan atau wilayah yang dianggap "basah".

“Ujungnya adalah penyalahgunaan kewenangan, termasuk penyalahgunaan anggaran seperti yang terjadi di Polres Tuban, Kupang di awal tahun 2024, dan lain-lain,” katanya.

Jalan Terjal Menuju Reformasi Sejati

Ilustrasi Reformasi Polri. (Suara.com/Emma)
Ilustrasi Reformasi Polri. (Suara.com/Emma)

Lalu, apa jalan keluarnya? Menurut Bambang, kunci utamanya terletak pada dua hal yang mendesak dan vital yakni meritokrasi dan pengawasan.

“Meritokrasi adalah hal yang sangat urgent dan vital. Termasuk di dalamnya tour of area dan tour of duty, agar semua bisa merasakan Indonesia ini bukan soal tempat basah saja. Ada yang kering juga untuk menumbuhkan empati pada sesama,” paparnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI