- Usulan "Patungan Beli Hutan" dari Pandawara Group muncul karena keresahan dampak deforestasi di Sumatera.
- DPR RI, melalui Johan Rosihan, menilai usulan publik itu sebagai kritik keras atas tata kelola kehutanan negara.
- Johan menegaskan perlindungan hutan adalah tanggung jawab utama negara, bukan urusan pembelian lahan masyarakat.
Suara.com - Usulan gerakan ‘Patungan Beli Hutan’ yang disuarakan oleh kelompok pegiat lingkungan Pandawara Group di media sosial pasca bencana di Sumatera, menuai tanggapan dari DPR RI.
Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, menilai fenomena ini sebagai kritik keras terhadap tata kelola kehutanan di Indonesia.
Ia menganggap munculnya inisiatif publik untuk membeli hutan secara swadaya merupakan manifestasi dari ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi lingkungan saat ini. Menurutnya, hal tersebut adalah "alarm keras" bagi pemerintah.
"Pertama, saya memahami kegelisahan publik. Ajakan membeli hutan secara swadaya itu muncul karena masyarakat merasa hutan semakin rusak, pembalakan liar tidak terkendali, dan pemerintah dianggap lambat bertindak. Fenomena ini sebenarnya adalah alarm keras—seperti ‘tamparan publik’—bahwa tata kelola hutan kita sedang tidak baik-baik saja,” kata Johan kepada wartawan, Kamis (11/12/2025).
Meski memahami niat baik di balik ajakan tersebut, politisi Fraksi PKS ini mengingatkan bahwa urusan perlindungan hutan sejatinya adalah kewajiban negara.
Ia menekankan agar masyarakat tidak mengambil alih beban yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, terlebih dengan mekanisme yang berpotensi rumit secara hukum.
"Namun kita juga harus luruskan bahwa melindungi hutan bukan tugas masyarakat semata, apalagi lewat pola pembelian lahan yang tidak jelas kerangka hukumnya. Itu adalah tanggung jawab negara, sesuai amanat UUD 1945, UU Kehutanan, dan kewajiban pemerintah menjaga fungsi ekologis hutan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia merinci bahwa ramainya seruan tersebut di media sosial harus dimaknai sebagai cerminan dari tiga masalah utama yang sedang dihadapi sektor kehutanan nasional saat ini:
- Kegelisahan publik terhadap maraknya illegal logging yang belum tertangani tuntas.
- Menurunnya kepercayaan masyarakat bahwa pengawasan hutan berjalan efektif.
- Kebutuhan mendesak untuk memperbaiki tata kelola hutan secara sistemik, bukan hanya responsif ketika bencana terjadi.
Untuk itu, Johan meminta pemerintah untuk segera berbenah dan merespons kegelisahan ini dengan aksi nyata dalam memperbaiki tata kelola hutan, bukan sekadar menunggu inisiatif masyarakat.
Baca Juga: OJK Beri Kelonggaran Kredit, Nasabah Terdampak Bencana Banjir Dapat Perlakuan Khusus
“Fenomena ini adalah sinyal kuat bahwa publik ingin keterlibatan, namun pemerintah harus hadir lebih kuat dari ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pandawara Group, kelompok konten kreator yang dikenal lantang menyuarakan isu lingkungan, mengajak masyarakat Indonesia patungan untuk membeli hutan di Indonesia.
Ide tersebut muncul karena keresahan mereka atas kondisi hutan di Indonesia saat ini.
"Lagi ngelamun, tiba-tiba aja kepikiran gimana kalau masyarakat Indonesia bersatu berdonasi beli hutan-hutan agar tidak dialihfungsikan,” tulis Pandawara pada 4 Desember 2025.
Unggahan Pandawara tersebut menjadi salah satu bentuk kekecewaan atas rusaknya hutan-hutan akibat deforestasi dan alih fungsi lahan.
Salah satu imbas deforestasi bahkan menyebabkan banjir parah yang melanda wilayah Sumatra dan sekitarnya.