- Sidang etik Divisi Propam Polri digelar Rabu (17/12/2025) untuk enam anggota terkait pengeroyokan fatal di Kalibata.
- Keenam polisi tersangka tersebut bertugas di Satyanma Mabes Polri dan dijerat Pasal 170 ayat (3) KUHP.
- Polri menjamin proses hukum pidana dan etik berjalan paralel dan transparan, berpotensi berakhir dengan PTDH.
Suara.com - Babak penentuan nasib enam anggota Polri yang terlibat dalam aksi pengeroyokan brutal hingga menewaskan dua warga di Kalibata, Jakarta, digelar hari ini, Rabu (17/12/2025).
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menggelar sidang etik untuk memutuskan sanksi terberat bagi para pelaku pengeroyokan yang telah mencoreng citra institusi.
Keenam polisi tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan majelis sidang etik setelah aksi kekerasan yang mereka lakukan merenggut nyawa dua orang warga sipil berinisial MET dan NAT.
Kabar pelaksanaan sidang ini dikonfirmasi oleh Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Mohammad Choirul Anam, yang memantau ketat penanganan kasus ini.
“Infonya begitu,” kata Komisioner Kompolnas Mohammad Choirul Anam kepada awak media di Jakarta, dilansir Antara, Rabu (17/12/2025).
Meski demikian, Anam tidak merinci lebih lanjut mengenai detail teknis pelaksanaan sidang etik yang menjadi sorotan publik tersebut.
Sebelumnya, pihak Mabes Polri telah memberikan sinyal tegas bahwa tidak akan ada ampun bagi anggota yang terbukti melakukan pelanggaran fatal.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan bahwa hasil gelar perkara oleh Divisi Propam telah menyimpulkan adanya pelanggaran berat dalam kasus ini.
Status "pelanggaran berat" dalam terminologi etik kepolisian seringkali berujung pada sanksi maksimal, yakni Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau pemecatan.
Baca Juga: Majelis Adat Budaya Tionghoa Buka Suara soal Penyerangan 15 WNA China di Kawasan Tambang Emas
Selain proses etik, keenamnya juga tidak akan lolos dari jerat hukum pidana. Trunoyudo memastikan proses hukum akan berjalan paralel dan transparan.
"Setiap anggota yang terlibat akan mempertanggungjawabkan perbuatannya, baik pidana maupun etik,” kata Trunoyudo.
Penyidik dari Polda Metro Jaya sebelumnya telah resmi menetapkan keenam polisi tersebut sebagai tersangka.
Mereka adalah Brigadir IAM, Bripda JLA, Bripda RGW, Bripda IAB, Bripda BN, dan Bripda AM. Mirisnya, seluruh tersangka merupakan anggota yang bertugas di Satuan Pelayanan Markas (Satyanma) Mabes Polri, kesatuan yang seharusnya menjadi cerminan disiplin di jantung institusi kepolisian.
Atas perbuatan mereka, keenamnya dijerat dengan pasal pidana yang berat, yakni Pasal 170 ayat (3) KUHP tentang tindak kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum hingga mengakibatkan kematian, dengan ancaman hukuman penjara yang tidak ringan.
Trunoyudo juga menjamin Polri akan menjalankan proses penegakan hukum secara transparan, profesional, dan proporsional, serta memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat bertanggung jawab atas perbuatan mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.