Diburu KPK, Kasi Datun Kejari HSU Akhirnya Menyerahkan Diri ke Kejati Kalsel

Senin, 22 Desember 2025 | 17:40 WIB
Diburu KPK, Kasi Datun Kejari HSU Akhirnya Menyerahkan Diri ke Kejati Kalsel
Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasidatun) Kejaksaan Negeri HSU, Tri Taruna Fariadi, akhirnya tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, setelah sempat menjadi buron, Senin (22/12/2025). (Suara.com/Dea)
Baca 10 detik
  • Kasi Datun Kejari Hulu Sungai Utara, Tri Taruna Fariadi (TAR), menyerahkan diri ke Kejati Kalsel dan diserahkan ke KPK sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan.
  • KPK menetapkan TAR bersama Kajari Albertinus Parlinggoman (APN) dan Kasi Intel Asis Budianto (ASB) dalam pemerasan penegakan hukum.
  • Para tersangka diduga menerima total uang ratusan juta dari pemerasan perangkat daerah dan pemotongan anggaran operasional pribadi.

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel) Tri Taruna Fariadi (TAR) menyerahkan diri ke Kejaksaan Tinggi Kalsel.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa setelah Tri menyerahkan diri ke Kejati Kalsel, Tri kemudian diserahkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).

Untuk itu, Kejagung pada hari ini menyerahkan Tri kepada KPK lantaran lembaga antirasuah telah menetapkan Tri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejaksaan Negeri Kabupaten HSU.

“Pada siang hari ini Kejagung koordinasi dengan KPK untuk menyerahkan TAR pada KPK untuk menjalani pemeriksaan secara intensif oleh penyidik,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/12/2025).

“Artinya saat ini TAR sedang dilakukan pemeriksaan oleh penyidik dalam kapasitas sebagai tersangka karena kemarin sudah ditetapkan 3 orang salah satunya TAR menjadi tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pemerasan penegakan hukum yang dilakukan di Kejari Hulu Sungai Utara,” tambah dia.

Tri Faruna terpantau tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 12.50 WIB. Dia tampak dikawal sejumlah petugas dan anggota TNI yang membawa senjata.

Pada kesempatan itu, Tri sempat membantah informasi yang menyebut dirinya menabrak penyelidik KPK.

“Enggak pernah saya nabrak,” kata Tri, Senin (22/12/2025).

Kemarin, Budi mengonfirmasi bahwa penyelidik KPK sempat ditabrak Tri dengan mobil dalam giat pengejaran. Budi juga mengungkapkan bahwa penyelidik tersebut dalam keadaan selamat.

Baca Juga: OTT Jaksa Oleh KPK, Komjak Dorong Pembenahan Sistem Pembinaan

“Alhamdulillah kondisi baik, selamat, terhindar,” ungkap Budi, Minggu (21/12/2025).

Dalam perkara ini, KPK telah melakukan penahanan terhadap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten HSU Albertinus Parlinggoman (APN) dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Kabupaten HSU Asis Budianto (ASB).

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejaksaan Negeri Kabupaten HSU setelah terjaring operasi tangkap tangan.

“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama sejak tanggal 19 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026,” ujar Asep.

Asep menjelaskan bahwa Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp 804 juta secara langsung maupun melalui perantaranya, yaitu Asis, Tri, dan pihak lain.

Uang yang diterima Albertinus itu diduga berasal dari pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

“Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut, tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” ujar Asep.

Lebih lanjut, Asep menjelaskan dalam kurun November - Desember 2025, dari permintaan tersebut, Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta, yang terbagi dalam dua klaster perantara.

“Melalui perantara TAS (Kasi Datun), yaitu penerimaan dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp270 juta; dan EVN selaku Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta,” ungkap Asep.

“Melalui perantara ASB (Kasi Intel), yaitu penerimaan dari YND selaku Kepala Dinas Kesehatan HSU sejumlah Rp149,3 juta,” tambah dia.

Kemudian, lanjut Asep, Asis yang merupakan perantara Albertinus juga diduga menerima aliran uang sebagal Rp 63,2 juta pada periode Februari hingga Desember 2025.

Bukan hanya pemerasan, Albertinus juga diduga memotong anggaran Kejari HSU melalui bendahara, yang digunakan untuk dana operasional pribadi.

Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sejumlah Rp257 juta, tanpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan potongan dari para unit kerja atau seksi.

Albertinus juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta dengan rincian melalui rekening istrinya sebesar Rp 405 juta, serta dari Kadis PU dan Sekwan DPRD dalam periode Agustus - November 2025 sebesar Rp 45 juta.

“Sementara itu, selain menjadi perantara APN, terhadap Saudara TAR juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar,” kata Asep.

Uang itu berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp930 juta pada 2022 dan dari rekanan lainnya pada 2024 sebanyak Rp 140 juta.

“Dari kegiatan tertangkap tangan ini, KPK turut mengamankan sejumlah barang bukti yang disita dari kediaman APN berupa uang tunai sebesar Rp318 juta,” tegas Asep.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 KUHP.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI