Bahaya Spionase Mobil Buatan China yang Menjadi Kekhawatiran AS

Jum'at, 09 Mei 2025 | 12:38 WIB
Bahaya Spionase Mobil Buatan China yang Menjadi Kekhawatiran AS
Mobil otonom Baidu. (The Verge)

Suara.com - Mobil buatan China memiliki tantangan besar di tengah meningkatnya kabar kekhawatiran spionase atau pengintaian dari sejumlah negara, khususnya Amerika Serikat (AS)

Dengan semakin canggihnya teknologi yang tersemat pada kendaraan listrik yang dilengkapi dengan sensor canggih dan konektivitas internet. Mobil-mobil China dinilai memungkinkan untuk melakukan pengumpulan data pribadi, biometrik, dan lokasi secara ekstensif.

Namun dengan semakin canggihnya teknologi yang ditawarkan justru memicu kekhawatiran serius mengenai potensi penyalahgunaan data untuk tujuan berbahaya, termasuk spionase.

Presiden AS sebelumnya, Joe Biden sempat secara tegas menyatakan keprihatinannya.

"China dapat membanjiri pasar kita dengan kendaraannya, menimbulkan risiko bagi keamanan nasional kita," kata Biden, dikutip Jumat (9 Mei 2025).

Mobil Otonom VW. (Volkswagen)
Ilustrasi Mobil Otonom yang Menjadi Salah Satu Kekhawtiran Amerika Serikat (AS) akan Bahaya Pengintaian atau Spionase. (Foto: VW)

Kekhawatiran utama adalah kemungkinan pemerintah China menyalahgunakan data yang dikumpulkan oleh mobil-mobil ini, memicu ancaman serius terhadap keamanan dan privasi nasional.

Dalam sebuah insiden yang terjadi di Australia belum lama ini, sebuah laporan menunjukkan beberapa merek kendaraan listrik populer diduga memiliki "pintu belakang tersembunyi" yang memungkinkan produsen menguping percakapan di dalam kabin, semakin memperkuat kekhawatiran ini.

Setiap perangkat yang terhubung ke internet, terutama saat berhadapan dengan entitas sekompleks dan berpotensi bermusuhan seperti China, berpotensi menyalahgunakan data pengguna.

Sistem Konektivitas dan Otomatisasi

Baca Juga: 4 Cara Bikin Cuan Tanpa Modal Gede dari Hobi Otomotif, Bisa Jadi Sultan

Departemen Perdagangan AS telah menargetkan dua kategori teknologi utama, sistem koneksi kendaraan seperti Wi-Fi dan telepon dan sistem pengemudian otomatis.

Kedua teknologi ini dianggap berisiko tinggi, dan AS berencana melarang teknologi yang diproduksi di China, termasuk produsen mobil Eropa yang menggunakan komponen China untuk modul komunikasi.

Mobil Otonom Waymo. (Autoblog)
Mobil Otonom Waymo yang Dapat Berkendara Tanpa Pengemudi Berkat Teknologi LiDAR dan Sensor yang Tertanam di Dalam Mobil. (Foto: Autoblog)

Keputusan ini didasari oleh upaya China yang berhasil menyematkan malware pada jaringan infrastruktur penting AS.

Sedangkan risiko signifikan pada sistem pengemudi otomatis adalah potensi entitas China untuk mengendalikan kendaraan dari jarak jauh, yang bisa mengakibatkan kecelakaan atau mogok.

Meskipun kekhawatiran tentang peretasan mobil telah lama terjadi. Namun sejauh ini belum terdapat kasus yang mengakibatkan mobil berhenti secaraa massal yang berujung pada kekacauan lalu lintas.

Namun, kemungkinan penggunaan sistem konektivitas mobil untuk spionase tetap tinggi. Pasalnya sistem ini dapat mengakses panggilan, pesan teks, navigasi, bahkan merekam percakapan dan mengirimnya ke pihak ketiga.

Ilustrasi salah satu konsep mobil otonom. [Shutterstock]
Ilustrasi salah satu konsep mobil otonom yang disiapkan sebagai mobil masa depan dengan  sejumlah teknologi canggih yang tersemat didalamnya. [Foto: Shutterstock]

Selain itu, mobil yang terhubung ke jaringan listrik untuk pengisian ulang dinilai berpotensi menyediakan akses ke infrastruktur penting, mirip dengan insiden di mana asisten virtual secara tidak sengaja merekam aktivitas rumah tangga.

Perdebatan Mobil Terkoneksi Internet

Isu akses data dari mobil yang dapat terhubung internet memang sempat menjadi perdebatan. Undang-undang China sendiri mewajibkan perusahaan untuk membantu keperluan intelijen negara.

China bahkan pernah melarang mobil Tesla yang bisa terhubung ke internet untuk bisa melintasi area sensitif pemerintahan. Walaupun larangan ini kemudian dicabut setelah Tesla menjamin kepatuhan terhadap peraturan pengumpulan data China.

Ancaman semacam ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya mobil yang dapat terhubung dengan internet.

Menanggapi kekhawatiran AS, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, mengecam pernyataan AS dan menilainya sangta tidak adil.

Lin mendesak AS untuk menghormati prinsip pasar dan menyediakan lingkungan bisnis yang terbuka, adil, transparan, dan tidak diskriminatif bagi perusahaan China.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI