Meski pasar utama Mitsubishi tetap berada di Asia Tenggara, penjualan di kawasan ini juga turun 8,5 persen menjadi 54.000 unit.
Sebaliknya, penjualan di Amerika Utara justru naik 5 persen, berkat lonjakan permintaan di Meksiko dan Kanada, bukan dari pasar AS.
Apa Implikasinya untuk Mitsubishi Global?

Kepergian Mitsubishi dari China bukan hanya soal kalah bersaing, tapi juga sinyal bahwa strategi global mereka sedang dalam evaluasi besar-besaran.
Dengan pasar China kini didominasi oleh pemain lokal dan teknologi elektrifikasi, merek asing harus beradaptasi atau angkat kaki.
Bagi konsumen Indonesia, langkah ini mungkin tidak berdampak langsung dalam jangka pendek.
Namun, ini bisa menjadi pertanda bahwa Mitsubishi akan lebih fokus pada pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dengan strategi yang lebih agresif di segmen SUV dan kendaraan ramah lingkungan.
Mitsubishi bukan satu-satunya merek Jepang yang kesulitan di China. Tapi keputusan mereka untuk mundur total menunjukkan betapa cepatnya lanskap otomotif berubah.
Jika tidak mampu berinovasi dan menyesuaikan diri dengan tren elektrifikasi, bahkan merek besar pun bisa tersingkir.
Baca Juga: Mitsubishi Destinator Bakal Punya Varian Hybrid?
Beda Nasib dengan di Indonesia
![Mitsubishi Xpander. [Mitsubishi]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/30/30164-mitsubishi-xpander.jpg)
Berbeda dengan di China, di Indonesia, nasib Mitsubishi lebih mujur. Menurut data dari Gaikindo untuk periode Januari-Juni 2025, Mitsubishi menduduki peringkat keempat dengan penjualan sebanyak 31.081 unit atau sekitar 8,3% pangsa pasar.
Berbeda dengan di China di mana mobil yang paling laku adalah mobil listrik, di Indonesia sementara ini masih dikuasai oleh mobil-mobil konvensional.
Pabrikan berlogo tiga berlian ini lumayan dilirik berkat sejumlah mobil populer, seperti Pajero Sport dan yang paling ramai, Xpander series.