Alasan Uber Cup 1998 Jadi Klimaks Film Susi Susanti: Love All

Jum'at, 08 November 2019 | 13:30 WIB
Alasan Uber Cup 1998 Jadi Klimaks Film Susi Susanti: Love All
Legenda bulutangkis Indonesia, Susy Susanti di Fx Sudirman, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019) [Suara.com/Arief Apriadi].

Suara.com - Legenda bulutangkis Indonesia, Susy Susanti membeberkan alasan mengapa film biopic tentang dirinya, Susi Susanti: Love All memilih pertandingan Thomas dan Uber Cup 1998 sebagai klimaks atau penutup cerita.

Menurut Susy Susanti, film yang diproduseri Daniel Mananta itu tak hanya memiliki misi untuk memperkenalkan kisah perjuangan dirinya di arena bulutangkis.

Lebih penting, Susi Susanti: Love All, disebutnya ingin memposisikan diri sebagai pengingat masyarakat akan hal-hal yang terjadi di luar karpet hijau, terutama perihal diskriminasi etnis Tionghoa.

"Kalau cuma sampai Olimpiade 1992 Barcelona, berarti sudah berhenti sampai di situ saja (kisahnya)," jelas Susy Susanti antusias saat ditemui di Fx Sudirman, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).

"Padahal ada kisah-kisah lain. Hal-hal penting dan nilai yang bisa diberikan kepada masyarakat," sambungnya.

Ya, sebelum film yang disutradari Sim F ini tayang, mungkin banyak yang membayangkan bahwa keberhasilan Susy Susanti dalam meraih emas Olimpiade pertama bagi Indonesia di Barcelona pada 1992 akan menjadi fokus utama.

Namun, kisah ikonik dari salah satu pemain tunggal putri terbaik Indonesia sepanjang masa justru berlanjut hingga ke peristiwa yang terjadi enam tahun berselang.

Hal itu tepatnya saat Indonesia mengalami krisis yang melahirkan peristiwa keji atau biasa dikenal Tragedi Mei 1998.

Baca Juga: 5 Best Otomotif Pagi: Rossi Berjaket Mahal, Marquez Geber CBR1000RR-R

"Kalau 1992 itu tentang perjuangan menjadi juara yang tertinggi di Olimpiade. Dari kota kecil ke pemusatan latihan (pelatnas PBSI)," kata Susy Susanti.

"Lalu setelah itu ada cerita di luar olah raga, hal-hal yang tidak terlihat dengan segala kesulitan untuk tetap bertahan," sambungnya.

Sebagaimana dikisahkan, Susy Susanti nyatanya tak mendapat penghormatan yang layak meski telah berhasil mengibarkan bendera Indonesia dan membuat lagu Indonesia Raya berkumandang di ajang olah raga paling prestisius itu.

Dia sempat kesulitan mengurus surat izin pernikahan dengan Alan Budikusuma, atlet tunggal putra peraih medali emas di Olimpiade 1992 Barcelona--prestasi yang membuat keduanya dijuluki sedemikian romantis "Pengantin Olimpiade Barcelona".

Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, membuat Susy Susanti kesulitan mengurus segala macam hal karena status kewarganegaraannya diragukan.  Padahal, hampir semua orang Indonesia tahu dia adalah atlet pertama yang berhasil membawa pulang medali emas ke Tanah Air.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI