Pada tes kedua, dia sudah cukup siap. Ibunya bahkan memaksa Bona untuk mengikuti berbagai les, termasuk diminta mengunjungi kampung Inggris di Kediri.
"Saya sampai les matematika dan sebagainya. Mamah saya panggil guru ke rumah. Ribet sih, tapi karena saya ingin sekali jadi pilot ya saya jalani," ujar Bona.
"Istilahnya setelah berhenti dari bulutangkis, ini sudah tak ada jalan mundur, saya mau ke mana lagi kalau ini gagal?"
"Lalu Alhamdulillah setelah menjalani les dan ke kampung Inggris, saya keterima di BIFA," tambahnya.
![Bona Septano (kanan) bersama adiknya yang juga mantan atlet Pelatnas Bulutangkis, Pia Zebadiah Bernadet. [Instagram@bona_septano]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/06/02/20590-bona-septano.jpg)
Siswa Berprestasi
Di BIFA, Bona Septano tak langsung dipertemukan oleh pesawat sungguhan.
Dia lebih dulu menjalani masa orientasi semi militer demi melatih mental dan kedisiplinan.
Setelahnya, Bona selama tiga bulan harus menjalani pendidikan teori yang kerap disebut ground school.
Apabila berhasil melewati ujian akhir, para siswa baru memasuki tahap terbang sungguhan.
Baca Juga: Begini Sesumbar Valentino Rossi Usai Hengkang dari Monster Yamaha
"Setlah tiga bulan selesai ground school, baru kita ikut ujian, setelah itu baru terbang," kenang Bona.
"Pertama kali saya di flying school itu pesawatnya Cessna 172, bukan pesawat penumpang. Jadi bentuknya kecil."
Walaupun tak memiliki latar belakang sebagai pilot, Bona nyatanya mampu menyerap ilmu di BIFA dengan sangat baik.
Bahkan, dia menjadi salah satu siswa berprestasi lantaran paling cepat mendapatkan izin untuk terbang tanpa pendamping.
"Jadi dikasih batas sama sekolah itu 20 jam terbang sama instruktur sudah harus bisa di lepas terbang sendiri," tutur Bona.
"Saya itu kebetulan Alhamdulillah diangkatan saya paling cepat diizinkan terbang solo (sendiri). Itu di jam ke-14," tambah peraih medali perak Piala Thomas 2010.