Suara.com - Suryo Nugroho menjadi salah satu dari tujuh atlet para-badminton nasional yang mewakili Indonesia di ajang multicabang olahraga untuk penyandang disabilitas terbesar di dunia, Paralimpiade Tokyo.
Bagi pria kelahiran Surabaya berusia 26 tahun ini, keikutsertaan di Paralimpiade merupakan capaian bersejarah dalam kariernya di cabang olahraga bulutangkis untuk atlet berkebutuhan khusus ini.
Untuk pertama kalinya cabor para-badminton ditandingkan di Paralimpiade, membuat atlet yang turun di nomor tunggal putra "Standing Upper" (SU) 5 ini begitu bersemangat dan berambisi meraih medali.
Keputusan NPC Indonesia menurunkan Suryo bukan tanpa alasan. Atlet tunggal putra SU5 peringkat tiga dunia ini sudah membuktikan kebolehannya dengan prestasi di tingkat nasional, regional, hingga dunia.
Sebelum singgah dan bergabung dengan timnas NPC Indonesia, Suryo sudah menyukai bulutangkis sejak usia tujuh tahun. Bahkan niatnya untuk berkarier sebagai atlet profesional sudah ia awali dengan bergabung ke dalam sebuah klub bulutangkis di Surabaya.
Namun malang tak bisa ditolak. Saat usianya 11 tahun atau kelas lima SD, Suryo mengalami kecelakaan sepeda motor saat dibonceng temannya. Ia mengalami luka parah di lengan kiri.
Saat menjalani penanganan medis bukan kabar baik yang ia terima, justru vonis amputasi yang harus didengar dari dokter yang merawatnya.
Pilihan berat itu pun terpaksa diambil, mengingat tulang lengan kiri Suryo sudah dalam keadaan remuk dan tidak bisa disembuhkan.
Setelah kejadian itu, Suryo mengalami tekanan mental yang berat hingga akhirnya berhenti dari kegiatan bulutangkis secara total selama tiga tahun.
Baca Juga: Paralimpiade Tokyo: Indonesia Tantang China di Nomor Beregu Para-tenis Meja
Dorongan Orang Terdekat
Masa keterpurukan Suryo hanya dihabiskan berdiam diri di rumah dan sama sekali tidak kembali ke lapangan. Namun berkat dengan telaten orang tuanya sukses membangun kepercayaan diri Suryo untuk kembali bangkit.
Tidak hanya itu, pelatih bulutangkisnya juga tak ketinggalan memberikan dorongan semangat agar Suryo kembali tampil di cabor tepok bulu.
Tidak hanya sekedar bertanding, namun juga comeback dengan mengukir prestasi agar tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Setelah berlatih mandiri selama beberapa waktu, Suryo pun mendapat kabar bahwa atlet yang berkebutuhan khusus seperti dirinya bisa berkarier profesional di bawah naungan NPC.
Pada 2009, Suryo bergabung ke NPC Jawa Timur di Surabaya dan langsung meraih gelar juara dalam Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (Pepapernas) di Yogyakarta 2009.