PBSI harus berbenah?
Iya. Kalau saya dulu dengan Herry Iman Pierngadi (pelatih kepala sektor ganda putra PBSI] tidak takut [perihal pemutusan kerjasama tiba-tiba]. Karena kami konsisten memberikan prestasi.
Tapi kalau pelatih yang baru masuk dan minim pengalaman dan perlu belajar dengan pola yang macam-macam. Ya jelas mereka ketar-ketir.
Mereka jadi takut. Contohnya, membentuk pemain itu butuh proses. Sampai dua-tiga tahun untuk menilai anak itu potensial atau tidak. Nah karena tak ada ikatan kontrak, pelatih terancam.
Dia bisa saja degradasi atletnya, padahal atlet itu masih butuh proses. Dia takut karena jika para atletnya tidak cepat berprestasi, dia bisa sewaktu-waktu dilepas PBSI. Jadi pelatih tak nyaman [karena tak ada kontrak yang jelas].
Pelatih Ddipaksa berpikir instan cari prestasi?
Iya. Atlet butuh proses, pelatih pun butuh proses. Beda dengan saya dan Herry Iman Pierngadi. Kami diperpanjang [karena konsisten berprestasi].
Perihal gaji pelatih PBSI?
Saya tak tahu yang lain. Namun saat saya melatih di sana itu gaji cukup bagus. Saya salah satu yang paling besar. Gaji naik terus.
Baca Juga: Hasil India Open 2023: Perjuangan Rehan/Lisa Dihentikan Peringkat Satu Dunia
Tunjangan dan bonus?
Bonus ada. Misal saya membawa atlet jadi juara dunia, itu ada tambahan satu kali gaji. Tapi kalau bonus lain itu kan dari pemerintah. Kalau di PBSI ya cuma satu atau dua-tiga kali gaji, seperti itu.
Jadi tiap pengurusan berbeda-beda, tergantung pengurus. Dahulu pak Sutiyoso (Ketua Umum PBSI 2004-2008) itu beda lagi.
Misal saya bawa atlet juara Superseries--sekaranga disebut BWF World Tour. Misal atlet dapat 100 juta, kami pelatih dapat 30 persen dari pak Sutiyoso.
Apa yang harus dilakukan PBSI untuk menjamin kesejahteraan pelatih?
Harus ada aturan yang jelas di AD/ART PBSI terkait kesejahteraan pelatih. Itu harusnya ada di situ, jadi pengurus baru mengikuti itu, bukan buat kebijakan baru lagi. Selama yang saya tahu, tiap kepengurusan baru, kebijakannya baru lagi.