Mengapa Lebih Mudah Memaafkan saat Lebaran?

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 04 Juni 2019 | 15:26 WIB
Mengapa Lebih Mudah Memaafkan saat Lebaran?
Tradisi bermaaf-maafan saat Lebaran atau Idul Fitri. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Spiritualitas relasional

Sedangkan fenomena permaafan dalam konteks hari raya merupakan permaafan yang melibatkan identitas sosial. Artinya, seseorang meminta dan memberi maaf sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab yang ia lakukan sebagai pemeluk agama yang ia anut.

Literatur-literatur tentang dinamika psikologis manusia dalam menjalankan ajaran agama menunjukkan bahwa agama juga berperan sebagai standar baku tentang perilaku ideal yang harus ditunjukkan pemeluk. Dengan memiliki identitas sosial yang kuat terhadap agama, maka seorang individu akan mengevaluasi semua sikap dan perilakunya selaras mungkin dengan apa yang diajarkan oleh agama, sekalipun itu bertentangan dengan sikap dan preferensi pribadinya.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chelsea L. Greer dan timnya dari Virginia Commonwealth University, mereka membuat sebuah eksperimen tentang sejauh mana para partisipan penelitian akan memaafkan orang yang membuat mereka tersinggung. Dalam penelitian ini, Greer dan tim merancang sebuah kondisi yang menggambarkan orang yang membuat mereka tersinggung adalah anggota dari komunitas agama yang sama dengan para partisipan penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kuat para partisipan memiliki keterikatan dengan agamanya, semakin kuat pula kemungkinan bahwa ia akan memberikan maaf kepada anggota komunitas yang membuatnya tersinggung.

Melalui konsep spiritualitas relasional (relational spirituality), Greer dan kolega percaya bahwa memaafkan pemeluk agama yang sama memiliki dimensi kesakralan. Hal ini membuat para pemeluk bereaksi dengan tidak ofensif ketika tersinggung dengan sesama rekan pemeluk dari komunitas agama yang sama. Anggota komunitas keagamaan yang membuat para partisipan tersinggung masih dipersepsikan sebagai saudara (in-group member) dan bukan musuh (out-group member).

Dari hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa memahami kesamaan identitas sosial dengan orang-orang yang membuat kita tersinggung akan membantu kita meminta dan memberikan permaafan dan melakukan rekonsiliasi. Momen Idul Fitri membuat kita meminta dan memberi maaf kepada sesama umat Islam lainnya sebagai saudara seiman.

Tapi kita tidak boleh melupakan bahwa sebenarnya kita juga memiliki kesamaan identitas sosial dengan umat agama lain. Kita sama satu bangsa, bangsa Indonesia. Bahkan di atas semuanya itu, kita hakikatnya adalah insan yang sama-sama mendambakan perdamaian dan kebahagiaan untuk semua makhluk di bumi. Kesadaran ini mestinya bisa membawa kita untuk memiliki hati yang pemaaf dalam kehidupan keseharian.

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di The Conversation.

Baca Juga: Pasang Pelat Nomor Dinas Polisi Palsu, Apakah Sanksinya?

The Conversation

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI