Suara.com - Selama pandemi flu Spanyol pada 1918, para dokter menemukan teknik perawatan pasien sakit parah dengan darah yang sudah sembuh.
Terapi yang dikenal sebagai plasma penyembuhan ini, membantu mengurangi kematian di antara orang-orang dengan infeksi akut.
Sekarang, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah mengeluarkan otorisasi darurat untuk penggunaan terapi serupa pada pasien virus Corona (Covid-19).
Antibodi berkembang dalam plasma, bagian dari respons alami tubuh terhadap patogen asing.

Ide di balik pengobatan ini adalah untuk membantu orang sakit meningkatkan respons antibodi terhadap virus, dengan mentransfer plasma secara intravena dari orang yang sudah memiliki antibodi.
"Yang benar-benar kami butuhkan adalah obat yang apabila diberikan lebih awal dapat mencegah orang yang bergejala membutuhkan rawat inap," kata Dr. Anthony Fauci, Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, seperti dikutip Science Alert, Rabu (26/8/2020).
Para ahli menyebut penyembuhan plasma sangat menjanjikan dalam hal itu. Otorisasi penggunaan darurat yang dikeluarkan FDA, akan memungkinkan dokter untuk memberikan pengobatan lebih awal selama infeksi, yang diyakini paling efektif.
Badan itu diharapkan mengesahkan pengobatan plasma minggu lalu, tetapi sempat ditunda setelah pejabat kesehatan federal, termasuk Fauci, meminta lebih banyak data dari uji coba kontrol acak.
Dr Thomas File, Presiden Infectious Diseases Society of America, mengatakan data pengobatan yang tersedia masih kurang.
Baca Juga: WHO Ragu Terapi Plasma Darah Ampuh Obati Covid-19, Kenapa?
"Meskipun data hingga saat ini menunjukkan beberapa sinyal positif bahwa plasma penyembuhan dapat membantu dalam mengobati orang dengan Covid-19, terutama jika diberikan pada awal munculnya penyakit, kami kekurangan data uji coba terkontrol secara acak yang kami perlukan untuk lebih memahami kegunaannya dalam Covid-19," kata File dalam sebuah pernyataan.
Hingga Senin (24/8/2020), lebih dari 2.700 rumah sakit telah menjalankan terapi plasma melalui program akses yang diperluas yang dipimpin oleh Mayo Clinic. Program tersebut telah mengirimkan plasma ke lebih dari 100.000 pasien.
Namun, masih ada batasan utama penggunaan terapi plasma secara luas. Plasma harus ditransfer dengan cepat dari donor ke penerima dan keduanya harus memiliki golongan darah yang kompatibel. Jumlahnya pun terbatas karena tergantung dari donor darah.
Dengan kata lain, plasma tidak mungkin menjadi pengobatan jangka panjang untuk Covid-19.
Sebaliknya, para ilmuwan dan perusahaan farmasi melihatnya sebagai terapi sementara sampai vaksin yang efektif tersedia. Dalam kasus penggunaan plasma, penelitian awal menunjukkan harapan.

Menurut studi nasional terhadap 35.000 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, menemukan bahwa pasien berusia kurang dari 80 tahun tidak menggunakan respirator dan menerima plasma mengandung antibodi tingkat tinggi.