Ketiga, fasilitasi akses teknologi untuk mendukung diversifikasi pangan lokal.
Charles Darwin, naturalis abad ke-19, berpendapat “bukan yang paling kuat dan pintar yang mampu bertahan hidup, tapi yang paling bisa beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.”
Akses hasil inovasi baik oleh pemerintah, perguruan tinggi, maupun swasta perlu diperluas secara sporadis kepada petani, nelayan, dan stakeholder untuk mendorong transformasi pertanian dan perikanan dari pola tradisional menjadi lebih modern guna mendongkrak produktivitas dan menghadapi perubahan iklim.
Misalnya, Smart Greenhouse, merupakan hasil inovasi terbaru pemerintah yang mampu mengendalikan suhu microclimate pada sebuah lahan pertanian modern untuk menghasilkan produksi pangan berkualitas yang berbasis pada konsumsi dalam negeri serta peningkatan ekspor.
Selain itu, pada sektor perikanan budidaya, pemanfaatan kecerdasan buatan diaplikasikan untuk menganalisis kualitas air, perubahan lingkungan, hingga mengetahui kondisi ikan.
Integrasi sistem kecerdasan buatan dengan kamera bawah air dapat mengetahui pemberian pakan secara presisi sesuai dengan bobot ikan tersebut.
Keberhasilan diversifikasi tidak saja akan memperkuat ketahanan pangan, tapi juga akan bermanfaat bagi penghematan devisa negara jutaan dolar per tahunnya yang berarti juga meringankan beban keuangan negara.
Berbagai program terkait diversifikasi pangan yang sudah dilaksanakan sejak lama oleh pemerintah seharusnya dapat dilaksanakan secara konsisten dan diperbesar sasaran dan volume kegiatannya.
Dengan demikian, di tengah ketidakpastian dan ketegangan hubungan antarnegara, dan tingginya rasa nasionalisme terhadap sumber daya oleh setiap negara, sudah seharusnya diversifikasi pangan lokal menjadi solusi dalam menghadapi dinamika ketersediaan pangan dalam negeri.
Baca Juga: Apakah Indonesia Siap Hadapi Krisis Pangan Global yang Bisa Picu Kelaparan?