Suara.com - Kematian tragis seorang siswi berusia 13 tahun asal Sabah, Malaysia, Zara Qairina, terus menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Kasus yang diduga melibatkan bullying di lingkungan sekolahnya ini telah memicu gelombang simpati dan tuntutan keadilan dari masyarakat, yang ditandai dengan tagar #JusticeForZara yang sempat menduduki puncak trending.
Di tengah derasnya sorotan publik, sebuah rekaman CCTV yang diklaim merekam detik-detik terakhir Zara beredar luas, namun keasliannya diragukan dan justru dinilai sebagai upaya hoaks.
Pihak kepolisian Malaysia menegaskan bahwa hingga saat ini, tidak pernah ada konfirmasi resmi mengenai keberadaan rekaman CCTV terkait kasus Zara Qairina.
Hal ini membuat video CCTV Zara yang viral di media sosial tidak bisa dianggap sebagai bukti asli. Sejumlah pihak berwenang dan media lokal mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati, karena kasus ini telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan tautan berbahaya atau meretas ponsel korban demi keuntungan pribadi.
Menurut media setempat, video tersebut disinyalir merupakan hasil rekayasa. Masyarakat pun diimbau untuk tidak ikut menyebarkan konten yang belum terverifikasi tersebut demi menghormati privasi keluarga korban dan tidak mengganggu jalannya investigasi.
Kronologi dan Titik Terang Kasus Zara Qairina
Kasus kematian Zara Qairina bermula pada 16 Juli 2025, saat ia ditemukan pingsan di saluran pembuangan dekat asrama sekolahnya sekitar pukul 3 pagi. Ia dilaporkan jatuh dari lantai tiga asrama.
Setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Queen Elizabeth I, Zara dinyatakan meninggal dunia pada 17 Juli dan dimakamkan di Kampung Kalamauh Mesapol.
Baca Juga: Viral Video 15 Pria Intimidasi Dinas Perkim Aceh, Tantang Kapolda
Kematian ini menimbulkan kecurigaan, terutama dari ibunya, Noraidah Lamat. Ia menuntut penyelidikan yang transparan dan adil, mengungkapkan bahwa ia terakhir kali bertemu putrinya pada 12 Juli.
Pada 1 Agustus, Noraidah secara emosional meminta agar makam putrinya digali kembali untuk otopsi guna mendapatkan keadilan. Permintaan ini akhirnya dikabulkan.
Pada 8 Agustus, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas investigasi kepada kepolisian, menginstruksikan agar tindakan lebih lanjut, termasuk ekshumasi atau penggalian makam Zara Qairina, dilakukan. Ini menjadi salah satu perkembangan terpenting dalam kasus ini, karena otopsi yang komprehensif diharapkan dapat mengungkap penyebab kematian yang akurat.
Pihak kepolisian juga telah melakukan investigasi mendalam dengan memeriksa sebanyak 60 saksi. Perkembangan signifikan lainnya adalah penyerahan ponsel ibu korban kepada polisi pada 7 Agustus.
Ponsel itu berisi rekaman audio berdurasi 44 detik, yang telah dikonfirmasi keasliannya oleh pengacara keluarga. Dalam rekaman tersebut, Zara terdengar mengungkapkan ketakutannya terhadap seorang senior di sekolah, memberikan petunjuk penting bagi polisi.
Kasus kematian Zara Qairina ini telah mengundang kritik luas terhadap otoritas pendidikan dan keamanan Malaysia. Banyak pihak menyoroti perlunya reformasi sistem peringatan dini dan keselamatan di sekolah berasrama, serta pentingnya pengumpulan barang bukti dan otopsi sejak awal untuk memastikan proses penyidikan berjalan ideal.
Terkait maraknya hoaks dan spekulasi, Inspektur Jenderal Polisi Tan Sri Mohd Khalid Ismail memperingatkan bahwa penyebaran konten yang tidak akurat dapat menghambat investigasi. Kementerian Pendidikan bahkan telah mengajukan lebih dari 10 laporan polisi terkait unggahan dan video menyesatkan yang beredar. Hal ini menunjukkan seriusnya dampak dari penyebaran informasi palsu terhadap kasus ini.