AwanPintar Catat Lebih dari 133 Juta Serangan Siber pada Semester I 2025 di Indonesia

Dythia Novianty Suara.Com
Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:24 WIB
AwanPintar Catat Lebih dari 133 Juta Serangan Siber pada Semester I 2025 di Indonesia
Ilustrasi serangan siber. [Pixabay]

Dari catatan AwanPintar, China menjadi negara penyumbang serangan siber terbesar ke Indonesia (12,87 persen), disusul Indonesia (9,19 persen), Amerika Serikat (9,07 persen), Turki (7,53 persen), dan India (7,4 persen).

9 perbankan besar Inggris alami serangan hacker
Ilustrasi serangan hacker

Menurunnya dominasi Amerika Serikat mengindikasikan adanya pergeseran geografis dalam sumber malware global.

Hal ini mungkin terkait dengan pengembangan infrastruktur baru atau pergeseran fokus kelompok penjahat siber.

Kontribusi serangan dari dalam Indonesia meningkat. Serangan dari dalam negeri menunjukkan peningkatan sebesar 2,35 persen, yang menegaskan adanya infrastruktur domestic yang terkompromi, seperti botnet atau server yang disalahgunakan di dalam negeri, yang kini juga menjadi sumber penting penyebaran malware.

"Tren ini menunjukkan bahwa isu keamanan siber bukan hanya soal serangan lintas negara, tetapi juga terkait lemahnya kesadaran digital di tingkat local," ungkapnya.

Menurut dia, Kerinci muncul sebagai daerah penyerang teratas (16,69 persen) di Indonesia, lalu Jakarta (11,62 persen), Klaten (1,74 persen), Bandung (0,99 persen), dan Semarang (0,44 persen).

"Hal ini menunjukkan diversifikasi sumber serangan siber dari dalam negeri. Ancaman siber tidak lagi terkonsentrasi di pusat-pusat metropolitan dan ini menekankan pentingnya keamanan siber merata di seluruh wilayah, tidak hanya terpusat pada kota-kota besar," bebernya.

Sementara itu, Spam dan malware, melonjak di awal, turun di akhir semester.

Persentase email spamtinggi di awal 2025 (23,04 persen) namun turun di akhir semester 1 2025 (11,7 persen).

Baca Juga: ITSEC Cybersecurity Summit 2025 Digelar, Konferensi Keamanan Siber Terbesar di Asia Tenggara

Begitu pun malware yang berada di angka 43 persen di awal tahun, turun menjadi 22,82 persen pada Juni 2025.

Tren ini bisa disebabkan oleh peluncuran kampanye spam atau malware skala besar di awal tahun, peningkatan jumlah botnet yang aktif, atau adaptasi penyerang terhadap celah keamanan baru.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?