Sejarah Gas Air Mata: Senjata Perang Dunia I hingga Pengendali Massa

Agung Pratnyawan Suara.Com
Rabu, 03 September 2025 | 18:20 WIB
Sejarah Gas Air Mata: Senjata Perang Dunia I hingga Pengendali Massa
Ilustrasi gas air mata (pexels.com/lil artsy)
Baca 10 detik
  • Awalnya, gas air mata digunakan sebagai senjata militer dalam Perang Dunia I.
  • Penggunaan gas air mata dalam perang sempat dilarang oleh Konvensi Jenewa 1925.
  • Gas air mata memiliki sejarah kelam karena sering digunakan pada pengunjuk rasa damai.

Suara.com - Berikut adalah sejarah gas air mata yang sering dipakai oleh aparat mengendalikan massa. Ternyata sejarahnya cukup kelam.

Gas air mata merupakan sebuah istilah yang merujuk pada sekelompok bahan kimia yang digunakan untuk tujuan taktis.

Di Amerika, penggunaan utama gas air mata dilakukan oleh polisi sebagai agen pengendali kerusuhan untuk membubarkan massa, baik yang benar-benar melakukan kerusuhan maupun tidak.

Dari perspektif kimia, gas air mata dicirikan oleh sistem klasifikasi kimia militer yang membagi gas air mata menjadi agen "C", dan "semprotan merica".

Gas air mata pertama kalinya digunakan untuk menjaga ketertiban pada tahun 1921 tepatnya di Amerika Serikat (AS).

Sementara penggunaan gas air mata sebagai senjata kimia untuk melumpuhkan lawan sementara sudah berlangsung sejak Perang Dunia I (1914-1918).

Saat itu, amunisi serupa gas air mata telah digunakan oleh Jerman dan Prancis.

Gas Air Mata Sempat Dilarang

Ilustrasi gas air mata [dibuat dengan AI]
Ilustrasi gas air mata [dibuat dengan AI]

Selama Perang Dunia I, berbagai gas, termasuk gas "C" CN, digunakan untuk melumpuhkan lawan.

Akan tetapi dalam Liga Bangsa-Bangsa, setelah Perang Dunia I, pemerintah AS berupaya mencegah perilaku tidak manusiawi selama peperangan, dan merancang Konvensi Jenewa pada tahun 1925.

Baca Juga: Efek Gas Air Mata Kedaluwarsa, Bisa Fatal!

Tujuannya jelas membatasi penggunaan gas air mata.

Salah satu bagian berjudul "Protokol Larangan Penggunaan Gas yang Menyesakkan Napas, Beracun, atau Gas Lainnya" melarang penggunaan gas dalam peperangan dengan menyatakan:

"Mengingat penggunaan gas yang menyesakkan napas, beracun, atau gas lainnya dalam peperangan, dan semua cairan, bahan, atau perangkat serupa, telah dikutuk secara adil oleh opini umum dunia yang beradab."

Namun, tidak ada definisi spesifik mengenai gas-gas yang dilarang. Inilah yang membuat AS dan beberapa negara lainnya bingung.

Namun yang perlu diingat, Amerika Serikat mengecualikan gas air mata pengendali kerusuhan dari bahan kimia yang lebih mematikan seperti klorin dan fosgen, yang keduanya bertanggung jawab atas banyak korban jiwa selama Perang Dunia I.

Tapi, Protokol Gas Jenewa, yang sekarang direvisi menjadi Konvensi Senjata Kimia, baru diratifikasi oleh Amerika Serikat pada tahun 1975.

Interpretasi AS adalah bahwa gas mematikan tidak akan digunakan sebagai senjata serangan pertama dalam konflik bersenjata, dan klarifikasi khusus diberikan terkait potensi penggunaannya oleh militer.

Pada bulan April 1975, Presiden Gerald Ford menandatangani Perintah Eksekutif 11850 yang mengizinkan penggunaan gas air mata sebagai pengendali kerusuhan.

Namun saat itu, penggunaan pertama di wilayah yang berada di bawah kendali langsung militer Amerika Serikat.

Keadaan pembatasan khusus mencakup kerusuhan yang dilakukan oleh tawanan perang, operasi penyelamatan, dan eselon belakang untuk melindungi konvoi dari serangan teroris. Persetujuan presiden diperlukan.

Sejarah Kelam Penggunaan Gas Air Mata

Ilustrasi Gas Air Mata. (unsplash/jamie hogan)
Ilustrasi Gas Air Mata. (unsplash/jamie hogan)

Gas air mata yang digunakan secara sembarangan sebagai agen pengendali massa memiliki sejarah yang buruk di AS.

Selama Konvensi Nasional Demokrat tahun 1968, Walikota Richard Daily mengizinkan polisi Chicago untuk menegakkan jam malam pukul 11 malam di Lincoln Park pada tanggal 25 Agustus 1968.

Meskipun tidak melakukan kekerasan atau kerusuhan, kerumunan di taman tersebut dibubarkan dengan penggunaan gabungan gas air mata CS dan tongkat polisi yang digunakan terhadap para pengunjuk rasa damai.

Para pengunjuk rasa yang meneriakkan, "Seluruh dunia sedang menyaksikan", akhirnya terbukti benar karena investigasi mengaitkan kegagalan tersebut dengan kerusuhan polisi.

Ini bukanlah terakhir kalinya polisi menggunakan taktik yang tidak proporsional.

Penggunaan serupa di Londonderry, Irlandia Utara pada tahun 1969, dan Korea Selatan pada tahun 1987, serta negara-negara lain, menyebabkan kekhawatiran yang semakin besar tentang bagaimana taktik tersebut digunakan.

Di Indonesia sendiri, aparat juga sering menggunakan gas air mata, terutama untuk menertibkan kerumunan.

Kontributor : Damai Lestari

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Mau notif berita penting & breaking news dari kami?