Cahaya Misterius di Bulan, Ilusi atau Fenomena Alam Nyata?

Agung Pratnyawan Suara.Com
Selasa, 21 Oktober 2025 | 14:58 WIB
Cahaya Misterius di Bulan, Ilusi atau Fenomena Alam Nyata?
Fenomena cahaya misterius pada bulan; kedipan muncul di kanan atas frame. (NELIOTA Project/ESA)

Suara.com - Selama berabad-abad, para astronom dan pengamat langit kerap melaporkan kemunculan cahaya misterius di permukaan Bulan — kadang berupa kilatan singkat, cahaya redup, hingga bercak berwarna merah keunguan.

Fenomena alam ini dikenal dengan nama Transient Lunar Phenomenon (TLP).

Kasus pertama yang terkenal terjadi pada 19 April 1787, ketika astronom Inggris William Herschel melihat cahaya terang muncul di bagian gelap Bulan yang baru. Ia menggambarkannya secerah Nebula Orion, dan peristiwa itu berlangsung selama beberapa jam.

Kini, para ilmuwan menduga Herschel mungkin telah menyaksikan salah satu contoh TLP tertua yang pernah tercatat.

Selama dua ribu tahun terakhir, tercatat sekitar 3.000 laporan TLP yang diamati menggunakan teleskop, kamera, bahkan mata telanjang.

Sebagian besar pengamatan menunjukkan adanya peningkatan kecerahan atau munculnya bercak berwarna di permukaan Bulan,” ujar Anthony Cook, dosen riset fisika dari Aberystwyth University, Inggris, kepada Live Science (20/10/2025).

Namun, hingga kini penyebab pasti fenomena alam ini masih menjadi misteri.

Menurut para ilmuwan, TLP dapat terjadi dalam berbagai durasi dari sekian milidetik hingga beberapa jam. Lama waktu terjadinya bisa memberi petunjuk tentang penyebabnya.

Profesor Masahisa Yanagisawa, ahli astronomi dari University of Electro-Communications, Jepang, menjelaskan bahwa kilatan cepat yang berlangsung di bawah satu menit kemungkinan besar disebabkan oleh tumbukan meteoroid di permukaan Bulan.

Baca Juga: NASA Siapkan Opsi Nuklir untuk Cegah Asteroid Tabrak Bulan

Meteoroid dengan berat sekitar 0,2 kilogram (seukuran bola biliar) bisa menghasilkan kilatan singkat saat menghantam permukaan Bulan,” ujarnya.

Energi dari benturan tersebut membuat batuan di sekitar lokasi tabrakan memanas dan bersinar sebelum akhirnya mendingin.

Fenomena alam ini dikenal sebagai Lunar Impact Flashes (LIFs), dan sudah lama dicurigai sebagai sumber kilatan misterius di Bulan.

Namun baru pada tahun 1990-an, dengan munculnya kamera video berkecepatan tinggi, para ilmuwan dapat mengonfirmasi bahwa kilatan tersebut benar-benar terjadi akibat benturan.

Yanagisawa sendiri menjadi salah satu peneliti pertama yang berhasil merekam kilatan tumbukan secara langsung selama hujan meteor Leonid pada tahun 1999. Temuan ini ia publikasikan pada 2002 dalam jurnal Icarus.

Sejak itu, berbagai proyek ilmiah terus memantau TLP, salah satunya adalah Near-Earth Object Lunar Impacts and Optical Transients (NELIOTA), proyek yang didanai European Space Agency (ESA).

Dalam sembilan tahun terakhir, program ini telah mencatat 193 kilatan tumbukan di Bulan, dengan beberapa di antaranya tampak sering muncul di wilayah Oceanus Procellarum, area luas yang diyakini memiliki aktivitas tektonik.

Namun, peneliti utama proyek, Alexios Liakos dari National Observatory of Athens, menilai bahwa pola tersebut bisa jadi hanya efek dari lokasi pengamatan.

Studi terbaru kami pada 2024 menunjukkan bahwa sebenarnya meteoroid menghantam Bulan secara merata di seluruh permukaan,” tulis Liakos kepada Live Science (20/10/2025).

Tidak semua TLP berupa kilatan cepat. Beberapa laporan mencatat cahaya di Bulan yang bertahan selama beberapa menit hingga berjam-jam.

Penelitian yang diterbitkan pada 2008 dan 2009 di The Astrophysical Journal menemukan bahwa sebagian fenomena ini kemungkinan berasal dari gas radon yang keluar dari bawah permukaan Bulan.

Ketika terjadi “moonquake” atau gempa kecil di Bulan, gas radon yang terperangkap di bawah tanah dapat lepas secara tiba-tiba.

Gas ini bersifat radioaktif, dan saat meluruh, ia menghasilkan cahaya yang dapat terlihat dari Bumi. Daerah di mana cahaya tersebut pernah terlihat juga diketahui memiliki konsentrasi radon yang tinggi.

Ada pula teori lain yang menyebutkan bahwa angin matahari berperan dalam menciptakan cahaya TLP yang berlangsung lama.

Menurut studi tahun 2012, partikel bermuatan dari Matahari dapat mengionisasi debu di permukaan Bulan, membentuk awan partikel hingga 100 kilometer di atas permukaan.

Awan ini kemudian memantulkan cahaya bintang atau objek terang di sekitarnya, sehingga tampak seperti sinar yang keluar dari Bulan.

Meski begitu, tidak semua peneliti sepakat mengenai keberadaan TLP berdurasi panjang. Liakos, misalnya, mengaku skeptis.

Satu-satunya peristiwa terang yang saya lihat berlangsung lama hanyalah satelit yang melintas di depan Bulan,” katanya.

Ia juga menyebut belum menemukan bukti kuat adanya cahaya alami yang bertahan selama berjam-jam di sisi malam Bulan sejak ia mulai mengamati pada 2017.

Namun, para ilmuwan tetap mendorong masyarakat untuk mencatat setiap kali melihat cahaya aneh di Bulan.

Kadang itu hanya pantulan cahaya dari satelit, tapi bisa jadi juga sebuah TLP, pesan singkat dari Bulan tentang aktivitas yang belum kita pahami sepenuhnya,” ujar Liakos.

Kontributor : Gradciano Madomi Jawa

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI