- Pemerintah dan industri meluncurkan Peta Jalan Nasional IPv6 Enhanced dan Net5.5G pada konferensi 2025.
- Peluncuran ini ditandai dengan whitepaper kolaboratif sebagai panduan strategis konektivitas digital Indonesia.
- Adopsi teknologi ini bertujuan mengakselerasi ekonomi digital, mewujudkan kota cerdas, dan meningkatkan keamanan siber.
Suara.com - Pemerintah bersama pelaku industri meluncurkan Peta Jalan Nasional untuk IPv6 Enhanced dan Net5.5G dalam ajang “IPv6 Enhanced Net5.5G Conference 2025”.
Langkah ini menjadi fondasi penting untuk membangun konektivitas internet generasi berikutnya yang lebih cepat, aman, dan cerdas.
Konferensi ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, asosiasi industri, operator telekomunikasi, akademisi, hingga penyedia teknologi.
Digagas oleh Asosiasi Internet of Things Indonesia (ASIOTI) dengan dukungan penuh dari Komdigi, BAPPENAS, MASTEL, APJII, Universitas Indonesia, dan Telkom University.
Puncak acara ditandai dengan peluncuran whitepaper nasional berjudul “Building Indonesia’s Connection Highway Based on IPv6 and Net5.5G” yang disusun bersama oleh BAPPENAS dan Komdigi.
Dokumen ini menjadi panduan strategis pembangunan “jalan tol” konektivitas digital Indonesia.
Ketua Umum ASIOTI, Teguh Prasetya, menegaskan bahwa whitepaper tersebut bukan sekadar dokumen teknis.
“Kolaborasi erat antara pemerintah, industri, dan penyedia teknologi adalah kunci membangun infrastruktur yang tangguh dan siap mendukung ledakan ekonomi digital berbasis IPv6 Enhanced Net5.5G,” ujar Teguh, dalam keterangan resminya, Jumat (5/12/2025).
Target Besar Internet Indonesia hngga 2030
Baca Juga: Komdigi Buka Konsultasi Publik untuk Buku Putih Roadmap dan Pedoman Etika KA Nasional
Dokumen tersebut menjabarkan pentingnya adopsi IPv6 Enhanced dan Net5.5G untuk mendorong ekonomi digital, menghadirkan konektivitas gigabit untuk mewujudkan smart city, serta mempercepat inovasi nasional.
Secara global, industri menargetkan IPv6 menjadi protokol utama internet pada 2030, seiring berkembangnya ekosistem berbasis cloud dan kecerdasan buatan (AI).
Di Indonesia sendiri, penetrasi IPv6 saat ini telah mencapai sekitar 15–16 persen.
“Pencapaian ini sudah menjadi dasar penting bagi pengalaman internet yang lebih stabil dan mendukung perkembangan awal ekosistem IoT di Indonesia,” jelas Teguh.
Indonesia juga didorong untuk mengadopsi teknologi pendukung seperti SRv6 Slicing, 400/800GE, Wi-Fi 7, serta pemanfaatan AI untuk jaringan otonom mulai dari jaringan kampus, jaringan area luas (WAN), hingga pusat data.
Whitepaper ini menetapkan timeline pengembangan dengan tujuan di 2027 dalam modernisasi jaringan menuju Net5.5G.
Teguh menekankan pentingnya eksekusi nyata dari seluruh pemangku kepentingan.
![Peluncuran Peta Jalan Nasional IPv6 Enhanced dan Net5.5G di Jakarta. [Asioti]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/05/30696-peluncuran-peta-jalan-nasional-ipv6-enhanced-dan-net55g.jpg)
“Yang kita butuhkan sekarang adalah eksekusi terkoordinasi agar Indonesia benar-benar menjadi bangsa digital yang kuat, inklusif, dan kompetitif secara global,” tegasnya.
Dari sisi perencanaan pembangunan nasional, Vivi Yulaswati, Deputi Bidang Ekonomi dan Transformasi Digital BAPPENAS, menegaskan bahwa transformasi digital menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi menuju Visi Indonesia 2045.
“Net5.5G dan IPv6 Enhanced adalah infrastruktur strategis yang akan mengakselerasi produktivitas nasional dan menciptakan lapangan kerja bernilai tinggi,” ujarnya.
Saat ini, Indonesia menjadi pasar digital terbesar di Asia Tenggara dengan potensi GMV mencapai 360 miliar dolar AS atau sekitar Rp6 kuadriliun.
Namun, tantangan masih besar, mulai dari literasi digital yang baru 62 persen, hingga tingginya risiko kebocoran data.
Dari sisi regulasi, Raden Wijaya Kusumawardhana, Staf Ahli Komdigi, menilai migrasi ke IPv6 Enhanced dan Net5.5G sangat penting bagi kedaulatan data nasional.
“Migrasi ini memberikan landasan untuk membangun arsitektur jaringan yang lebih aman secara native, yang krusial bagi keamanan siber Indonesia,” katanya.
Ia menyebut adopsi IPv6 Indonesia meningkat dari 6 persen pada 2022 menjadi 16 persen di 2024, dengan target 31 persen pada 2030.
Meski demikian, Indonesia masih menghadapi tantangan rendahnya penetrasi 5G yang baru 4,4 persen dari populasi.
Namun, Net5.5G dinilai punya potensi besar karena menawarkan latensi ultra-rendah, jaringan yang lebih cerdas, serta dukungan penuh untuk smart city hingga kendaraan otonom.
Operator dan Industri Siap Tancap Gas
Sejalan dengan peta jalan nasional, Telkomsel, XLSMART, dan Huawei juga meluncurkan whitepaper bersama berjudul “NET5.5G AI WAN: Jaringan Transportasi IP”, yang membahas evolusi jaringan Net5.5G dengan integrasi AI.
Direktur Network Telkomsel, Indra Mardiatna, menjelaskan bahwa IPv6 membawa lompatan besar dalam keamanan jaringan.
“IPsec menjadi komponen wajib dalam IPv6 sehingga memungkinkan enkripsi end-to-end. Selain itu, hanya pengirim yang boleh melakukan fragmentasi, sehingga risiko serangan bisa ditekan,” jelasnya.
Telkomsel juga mengklaim telah membangun fondasi IPv6 sebagai default untuk mendukung Net5.5G dan teknologi masa depan.
Sementara itu, Fadly Hamka dari XLSMART menegaskan komitmen perusahaannya untuk menjadi pelopor jaringan generasi berikutnya.
“Whitepaper ini menjadi tonggak penting berikutnya, dan kami berharap dapat mendorong operator lain untuk mempercepat implementasi dan meningkatkan monetisasi jaringan,” ujarnya.
Dari sisi teknologi global, Li Haifeng dari Huawei menekankan peran AI dalam jaringan masa depan.
“Solusi AI WAN Huawei memungkinkan integrasi jaringan dan AI secara mendalam, sehingga operator bisa menciptakan nilai baru di berbagai skenario,” katanya.