- Pemerintah Indonesia optimistis mampu mengembangkan satelit Low Earth Orbit (LEO) sebagai pesaing Starlink setelah penggunaan Starlink oleh korban banjir Sumatera.
- Direktur Utama BAKTI Komdigi menyatakan pengembangan satelit LEO nasional telah diupayakan oleh Pemerintah sejak tahun 2023.
- Perusahaan Indonesia telah mendaftarkan lebih dari 6.000 slot orbit satelit LEO, menunjukkan adanya pengembangan kompetitor Starlink.
Suara.com - Layanan internet berbasis satelit milik Elon Musk, Starlink kini ramai dipakai korban bencana banjir Sumatra. Meski Indonesia belum memiliki satelit serupa, namun Pemerintah RI mengklaim optimistis bisa mengembangkannya.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Digital atau BAKTI Komdigi, Fadhilah Mathar. Ia membocorkan kalau Indonesia memiliki kemampuan untuk mengembangkan satelit berjenis Low Earth Orbit (LEO) pesaing Starlink.
"Apakah Indonesia tidak berpikir untuk misalnya mengembangkan satelit berbasis LEO seperti Starlink? Saya yakin kita pasti melakukan itu," katanya saat konferensi pers di Stasiun Bumi (Gateway) Satria-1 Satelit Nusantara Tiga, di Cikarang, Rabu (10/12/2025).
Perempuan yang akrab disapa Indah itu menyatakan kalau sejak 2023 lalu, Pemerintah sudah berupaya untuk mengembangkan orbital satelit berbasis LEO untuk menjadi kapasitas nasional.
"Artinya kita punya pengembangan itu," lanjut dia.
Saat ini Indonesia hanya memiliki satelit berjenis Geostationary Earth Orbit seperti Satelit Republik Indonesia atau Satria-1. Proyek ini dikembangkan Pemerintah sejak tahun 2017.
![(Kiri-kanan) Dirut BAKTI Komdigi Fadhilah Mathar, Plt Direktur Utama PT PII Andre Permana, dan Direktur Utama PT Satelit Nusantara Tiga (PT SNT) Heru Dwikartono saat ditemui di Stasiun Bumi (Gateway) Satria-1 Satelit Nusantara Tiga di Cikarang, Jawa Barat, Rabu (10/12/2025). [Suara.com/Dicky Prastya]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/10/53008-dirut-bakti-komdigi-fadhilah-mathar-plt-dirut-pt-pii-andre-permana-dirut-pt-snt-heru-dwikartono.jpg)
Indah mengakui kalau di tahun itu belum ada satelit LEO seperti Starlink yang beroperasi secara global di seluruh dunia. Makanya, RI baru memiliki satelit Satria yang mulai beroperasi sejak 2024.
Belajar dari pengembangan Satria-1, Indah optimistis kalau Pemerintah bisa mengembangkan satelit LEO layaknya Starlink.
"Memang pada saat itu, pilihan teknologi kita tidak sebanyak sekarang. Tetapi dengan yang saat itu kita rencanakan, itu bisa maksimal kita gunakan saat ini," imbuhnya.
Baca Juga: Mensos Sebut Donasi Bencana Boleh Disalurkan Dulu, Izin dan Laporan Menyusul
Sementara itu Direktur Utama PT Satelit Nusantara Tiga (PT SNT) Heru Dwikartono juga membocorkan kalau ada perusahaan Indonesia yang mulai mengembangkan satelit LEO pesaing Starlink Elon Musk.
Heru menyebut kalau dari data internal, Indonesia sudah mendaftarkan diri untuk mengisi slot orbit satelit LEO hingga lebih dari 6.000 unit.
"Nah itu kalau dari Komdigi sebelum mem-filling itu, berarti ada perusahaan di belakangnya yang sudah akan menggunakan file itu untuk menunjukkan satelit LEO," beber dia.
Sayang Heru tidak menyebut perusahaan Indonesia mana yang bakal mengembangkan satelit LEO kompetitor Starlink. Ia hanya memastikan kalau PT SNT di bawah naungannya bukanlah perusahaan yang dimaksud.