Proyek reklamasi pantai ini mengakibatkan lebih dari 20 juta meter kubik air (atau setara dengan 8.000 kolam renang standar Olimpiade) kehilangan tempat penampungannya dan akhirnya membanjiri daerah-daerah di sekitarnya. Jika proyek-proyek reklamasi lain dilakukan di pantai utara Jakarta maka potensi banjir akan semakin parah.
Reklamasi 17 pulau palsu yang telah direstui oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memiliki total luas sekitar 5.153 hektare. Ini berarti akan ada sekitar 124 juta meter kubik volume air yang harus berpidah tempat, atau setara dengan sekitar 49.000 kolam renang ukuran Olimpiade.
Menurut Walhi, permasalahan di darat perlu diselesaikan di darat. Jangan mengakumulasi permasalahan di darat dan mencoba menyelsaikannya di laut. Akibatnya, laut akan selalu menjadi tempat sampah dan tempat bertumpuknya berbagai kesalahan tata kelola lingkungan hidup di darat.
Pencemaran sungai akibat limbah cair domestik dan industri harus diselesaikan dari sumbernya. Penerapan sanksi yang tegas terhadap industri pencemar serta peralihan kepada moda produksi bersih mutlak dilakukan.
Sedangkan untuk menahan laju penurunan muka tanah yang diakibatkan oleh beban gedung-gedung bertingkat yang ada di Jakarta, maka pemerintah Provinsi perlu melakukan moratorium terhadap maraknya pembangunan gedung-gedung bertingkat. Terus membangun gedung-gedung bertingkat di satu sisi dan kemudian berharap amblesan tidak terus terjadi adalah suatu kebijakan tidak realistis.
Pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim menyatakan DPR perlu melakukan langkah lebih dalam mendukung Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menolak reklamasi sebelum pengembang mentaati persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
"DPR perlu pertegas dengan surat lembaga," kata Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities.
Menurut Abdul Halim, mengacu kepada UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, ada kewenangan KKP yang dilanggar oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sejumlah pertimbangan terkait aspek sosio-ekonomi sehingga reklamasi yang dilakukan di Teluk Jakarta saat ini dinilai tidak layak.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron mengapresiasi langkah yang diambil Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang tetap tegas tidak memberikan izin terhadap proyek reklamasi di kawasan pantai utara Jakarta.
Baca Juga: Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Jadi Ajang Rebutan Developer Besar
"Saya memberikan apresiasi atas keteguhan hati Menteri (Kelautan dan Perikanan) untuk tetap tidak memberikan izin terhadap reklamasi Teluk Jakarta, sampai memenuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku," kata Herman Khaeron di Jakarta, Selasa (17/1).
Menurut politisi Partai Demokrat tersebut, langkah yang hati-hati dan selaras dengan regulasi yang ada penting agar tidak menjadi preseden buruk karena aturan ditabrak demi kepentingan pihak tertentu.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman meminta agar proyek reklamasi yang sedang dikerjakan di pantai utara Jakarta tidak dijadikan sebagai pembangunan kawasan perumahan elite ibu kota.
"Kalau di sana diadakan reklamasi dibangun perumahan elite artinya Jakarta bukan lagi milik bersama. Ini tidak baik, karena itu kita ingin kembalikan ruang-ruang publik itu, karena itu milik kita bersama," kata Mohamad Sohibul Iman dalam rilis di Jakarta, Senin (6/2).
Presiden PKS mengingatkan bahwa salah satu hal terpenting adalah rasa kebersamaan sehingga Jakarta tidak bisa dibangun sendirian oleh satu partai atau satu golongan tetapi harus membangun kota ini secara bersama-sama.
Sejumlah pihak mengemukakan wacana bahwa protes terhadap sosialisasi Amdal Pulau G oleh beberapa orang di Kelurahan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (31/1) malam, dinilai politis karena izin reklamasi PT Muara Wisesa Samudra (MWS) diterbitkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).