Suara.com - Perbankan pernah memiliki trauma menyusul krisis 1978, 1988, 1998, dan 2008. Direktur Strategi Bisnis dan Keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia Haru Koesmahargyo mengatakan kondisi sekarang sudah jauh dari dampak krisis. Hal ini tercermin dari kondisi rasio kecukupan modal perbankan dikisaran 23 persen.
“Angka itu lebih baik kalau dibandingkan pada masa krisis 10 tahun yang lalu,” kata Haru dalam diskusi di Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2018).
Haru menambahkan stabilnya sistem keuangan di Indonesia dapat dilihat dari rasio likuiditas yang berada pada kisaran 23 persen. Jika dibandingkan dengan kondisi saat krisis di 1998, rasio likuiditas perbankan tercatat di bawah level 20 persen.
“Jadi kalau ada misalnya krisis seperti di tahun 1998, maka perbankan saat ini jauh lebih kuat, jauh lebih tahan terhadap krisis. Saat ini rasio likuiditas 23 persenan. Waktu itu saat 1998 hanya sekitar 11-12 persen saja,” katanya.
Haru meyakinkan para investor untuk tidak ragu memilih investasi atau menaruh dananya di perbankan. Haru memastikan kondisi perbankan secara rata-rata industri masih dalam tahap aman.
“Kekuatan perbankan saat ini sangat besar baik dari sisi profit maupun likuiditasnya itu tinggi dan bagus. Kalau boleh saya sampaikan kepada investor, barangkali perbankan bisa menjadi pilihan investasi ke depan,” katanya.
IPO
Ekonom Fachry Ali mengatakan untuk menghindari interversi politik, badan usaha milik negara bisa melakukan initial public offering. Dengan demikian, publik bisa mengawasi.
"Semakin transparan, semakin Kecil peluang intervensi politiknya. Kita tahu DPR sendiri karena merasa mewakili rakyat, maka perlu mengawasi BUMN. Disisi lain pihak BUMN menganggap atasannya banyak. Sehingga muncul persepsi banyak campur tangan politik,” kata Fachry.
Menurut Fachry peran BUMN penting dalam membangun perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat pada krisis 1997-1998, dimana ketika seluruh swasta ambruk, ekonomi bisa berangsur pulih dengan hadirnya BUMN. Pada waktu itu, Presiden Soeharto menunjuk Tanri Abeng untuk membentuk BUMN dan mengundang investor.
“Ternyata itu bisa mendongkrak perekonomian nasional. Makanya BUMN ini memiliki peranan penting di Indonesia,” ujarnya.
Fachry berharap perusahaan-perusahaan di bawah naungan BUMN melakukan IPO.