Industri Jasa Konstruksi Tak Luput dari Hantaman Corona

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 03 April 2020 | 14:12 WIB
Industri Jasa Konstruksi Tak Luput dari Hantaman Corona
Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi). (Dok: Gapensi)

Suara.com - Pandemi covid-19 yang merebak di seluruh penjuru dunia memberikan dampak yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi, sehingga menyebabkan terjadinya pelambatan bahkan resesi ekonomi dunia.

Dinamika ekonomi global tersebut, pun secara langsung berimplikasi terhadap stabilitas ekonomi nasional. Terlebih dengan semakin masifnya jumlah suspect serta penyebaran covid-19 ke wilayah Indonesia.

Sejak awal Maret hingga saat ini, terjadi pelambatan ekonomi nasional, pekerja informal paling terdampak, apa lagi dengan pemberlakuan social distancing, Work from home (WFH) dan stay at home, mobilitas atau lalu lintas perdagangan dan jasa menurun drastis.

Dalam hal ini, kebijakan pemerintah yang menetapkan pandemi covid-19 sebagai bencana nasional patut diapresiasi, sehingga sumber daya pemerintah dibantu oleh seluruh komponen masyarakat bisa fokus menanggulangi wabah covid-19.

Fokus dan keseriusan pemerintah dalam penanggulangan bencana nasional ini, semakin terlihat dan ditegaskan dengan terbitnya Keppres No.11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, Perppu No.1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, serta PP No.21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Dengan terbitnya Keppres, Perppu, dan PP secara bersamaan, mengambarkan situasi yang sangat mendesak, darurat dan perlunya gerak cepat untuk menormalisasi atau mengendalikan keadaan.

Ketua Umum BPP Gapensi Iskandar Z Hartawi mengaku pihaknya ikut terdampak. Sebagai asosiasi yang menaungi pelaku jasa konstruksi di Indonesia dengan jumlah anggota 30.763 BUJK, 82 persen diantaranya bergerak di skala UMKM akan merasakan dampak paling signifikan.

"Maknanya, implikasinya pun akan melebar pada daya beli dan perputaran ekonomi di lingkungan masyarakat menengah ke bawah, efek lanjutan adalah meningkatkan angka kemiskinan," ujar Iskandar dalam keterangannya, Jumat (3/4/2020).

Sektor jasa konstruksi sebagai bagian dari pelaku ekonomi, merasakan dampak yang sangat besar atas wabah covid-19. Elemen pelaksanaan konstruksi seperti material, tukang, peralatan, transportasi, waktu dan mobilitas terkait langsung dengan wabah covid-19, sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian.

Baca Juga: 14 Saham Konstruksi dan Properti Ini Ambles, Waskita Karya Paling Parah

Fakta dilapangan, proyek pengerjaan bangunan di suatu kabupaten menjadi terbengkalai karena material dan tukangnya diangkut dari kabupaten tetangga, terganggu mobilitas transportasinya karena pemberlakuan kebijakan karantina wilayah yang diberlakukan pimpinan di daerah tersebut.

Terlebih, jika materialnya harus didatangkan dari propinsi lain. Belum lagi, variabel eskalasi harga dan bahan baku yang melambung tinggi karena kenaikan kurs dolar dan harus diimpor.

"Kondisi kedaruratan yang ditimbulkan oleh covid-19 berimplikasi pada ketidakmungkinan proses pengerjaan konstruksi bisa berjalan normal, efektif, berkualitas dan tepat waktu. BPP Gapensi menyimpulkan bahwa realitas saat ini sudah masuk kategori force majeure, senada dengan maksud dalam Keppres No.11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang menyatakan bahwa penyebaran Covid-19 yang bersifat luar biasa dengan ditandai jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas Negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat Indonesia," jelas Iskandar.

Oleh karenanya Sekjen BPP Gapensi Andi Rukman N. Karumpa menyampaikan sejumlah pandangan dan masukan kepada pemerintah.

Terkait pekerjaan yang sedang berjalan, pemerintah dipandang perlu mengeluarkan payung hukum untuk memberikan perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan hingga melampaui tahun anggaran, termasuk meniadakan denda keterlambatan pekerjaan dampak pandemi.

"Kedua eskalasi harga, penyesuaian harga satuan item pekerjaan dengan memberikan addendum biaya tambah atau dengan rescoping (pengurangan item pekerjaan). Kemudian ketiga memberikan biaya tambah kepada penyedia jasa untuk melakukan pengadaan APD dan melakukan SOP sesuai dengan protokol pencegahan covid-19 di setiap proyek sesuai pedoman dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dimana proyek terselenggara," tutur Andi Rukman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI