Bank Himbara Jadi Penyangga Likuiditas, Ekonom: Bahaya

Senin, 11 Mei 2020 | 10:39 WIB
Bank Himbara Jadi Penyangga Likuiditas, Ekonom: Bahaya
Pengamat ekonomi, Aviliani. (www.fiskal.depkeu.go.id)

Suara.com - Bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) rencananya akan ditunjuk sebagai bank penyangga likuiditas bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Namun, rencana tersebut dianggap justru akan membebani bank-bank BUMN di tengah adanya kebijakan restrukturisasi kredit perbankan sesuai dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengutarakan, bahwa dirinya kurang sependapat jika Bank Himbara menjadi bank penyangga likuiditas bagi bank-bank yang likuiditasnya seret.

Menurutnya, kebijakan ini akan mempengaruhi saham Bank-Bank BUMN, karena dalam hal ini dikhawatirkan para pemegang saham minoritas memiliki pandangan negatif soal kebijakan tersebut.

"Harus hati-hati juga karena bank Himbara sudah go publik. Jadi ada pemegang saham minoritaskan, nah itukan bahaya juga. Mereka pasti berpikir lho inikan bank harus mencari profit tapi malah nanganin yang lain. Mereka pasti juga berpikir nanganin restrukturisasi saja sudah banyak sekali dan repot, ini malah bank lain," ujar Aviliani kepada wartawan, Senin (11/5/2020).

Di sisi lain, kata dia, dengan ditunjuknya bank Himbara sebagai bank penyangga likuiditas tentu akan menimbulkan konflik kepentingan antara bank penyangga likuiditas dengan penerima likuiditas.

Sebagai bank penyangga likuiditas, tentu bank Himbara harus bisa menilai dan membantu likuiditas bank-bank yang sedang kesulitan. Padahal, dalam hal ini, OJK memiliki wewenang untuk melakukan penilaian apakah bank tersebut layak atau tidak untuk mendapatkan pinjaman likuiditas.

"Ada beberapa yang perlu dipertimbangkan kalau Himbara yang menjadi penyangga likuiditas. Pertama pasti ada conflict of interest, karena Himbara akan menilai bank lain, karena otomatiskan yang nerima likuiditaskan banknya dong, pasti Himbara menilai bank penerima likuiditas. Padahal, selama inikan saling rahasia-rahasiaan, antar bank. Saya rasa harusnya penilaian itu ada di OJK," ucapnya.

Lebih lanjut dirinya meminta agar KSSK bisa mengkaji ulang terkait bank Himbara yang akan dijadikan sebagai bank penyangga likuiditas.

Baca Juga: Himbara Jadi Penyangga Likuiditas, Andre Rosiade: OJK Ngapain Dong?

Ia menyarankan, baiknya lembaga keuangan lain di luar bank Himbara yang dijadikan sebagai lembaga penyangga likuiditas seperti PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA), sebuah perusahaan BUMN yang mengelola aset-aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), baik aset kredit, saham maupun properti.

"Kenapa PPA? karena PPA inikan semacam Venture Capital kan, menempatkan dulu dana kemudian nanti ditarik lagi. Itukan PPA juga dibawah pemerintah kan. Dia BUMN juga, jadi kalau dia yang melakukan kan tidak ada conflict of interest. Kalau saya sih ngusulin, dana pemerintah likuiditas itu menyalurkannya bisa ke PPA atau PT SMI juga bisa yang kepanjangan tangan dari Kemenkeu kan," paparnya.

Senada dengan Aviliani, Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah juga tidak sependapat jika Bank Himbara dijadikan sebagai bank penyangga likuiditas bagi bank-bank yang kesulitan likuiditas.

Dirinya menekankan, urusan likuiditas seharusnya tidak melibatkan bank Himbara, melainkan ini menjadi wewenang bank sentral yang tugasnya mengatur likuiditas di pasar.

Menurutnya, jika bank mengalami kesulitan likuiditas maka langkah terakhir yakni bank sentral harus menggelontorkan likuiditasnya untuk perbankan.

"Kenapa urusan likuiditas ini melibatkan bank Himbara Seharusnya urusan likuiditas itu urusannya bank sentral. Yang mengatur likuiditas perekonomian kan bank sentral. Bank sentral juga dalam posisi 'lender of the last resort'. Ini menegaskan peran bank sentral dalam mengatur likuiditas. Bank sentral memiliki semua instrument untuk menjaga likuiditas sistem perbankan," tegasnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI