Sebelum Covid-19, katanya, Indonesia sudah membuat fondasi pada pelaksaaan ekonomi hijau, dan yang membutuhkan beberapa kebijakan strategis terkait iklim lainnya.
Program penanganan perubahan iklim telah dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dengan strateginya yaitu pembangunan rendah karbon.
Di samping itu, dari sisi pembiayaan, Indonesia telah menerbitkan Soverign Global Green Sukuk setiap tahunnya sejak 2018, dengan total nominal yang berhasil dihimpun sebesar 2,75 miliar dollar AS.
Dari pembiayaan ini dialokasikan untuk membiayai transportasi yang berkelanjutan seperti pembangunan jalur rel ganda dan pembangunan kapal yang hemat energi.
Pemerintah juga mengalokasikan dari dana tersebut untuk mitigasi banjir dan daerah rentan bencana serta akses terhadap sumber energi yang terbarukan. Lalu, pemerintah menggunakan dana ini untuk proyek pengelolaan limbah dan efisiensi energi di seluruh negeri.
“Proyek-proyek tersebut diharapkan dapat mengurangi emisi sekitar 8,9 juta ekuivalen CO2,” tutur Sri Mulyani.
Pemerintah juga telah menerbitkan green sukuk ritel pertama dunia pada tahun 2019 dengan total investasi sebesar 100 juta dollar AS.
Pada saat menghadapi pandemi Covid-19 sekarang ini, Menkeu mengatakan pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar hampir 408 miliar dollar AS untuk stimulus fiskal guna mengatasi pandemi serta program pemulihan ekonomi.
Stimulus fiskal ini sebesar 29% di antaranya digunakan untuk skema perlindungan sosial, sedangkan 42%-nya untuk insentif perpajakan, kredit dan stimulus untuk UMKM, BUMN serta korporasi.
Baca Juga: Membanggakan, Tim SEMAR UGM Raih 3 Gelar Kontes Mobil Hemat Energi 2020!
Stimulus ini juga termasuk pendanaan untuk proyek hijau padat karya seperti proyek respirasi mangrove yang mencakup 50.000 hektare dan mempekerjakan 25 .000 tenaga kerja.