Suara.com - Sejak 16 Maret 2020 lalu, pemerintah mengeluarkan kebijakan agar sekolah-sekolah menggelar kegiatan belajar-mengajar secara daring, atau dikenal dengan singkatan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Hal ini adalah salah satu usaha untuk mengatasi penyebaran virus Corona (COVID-19).
Virus ini menular sangat cepat dan telah menyebar hampir ke semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Sehingga WHO pada tanggal 11 Maret 2020 menetapkan wabah ini sebagai pandemi global.
Hal tersebut membuat beberapa negara menetapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini.
Karena Indonesia sedang melakukan PSBB, maka semua kegiatan yang dilakukan di luar rumah harus dihentikan sampai pandemi ini mereda. Bersamaan dengan pembatasan skala kegiatan, vaksinasi digencarkan.
Namun, setelah hampir dua tahun dihadapi oleh pandemi, terjadi pergeseran di dunia pendidikan yang cukup signifikan di Indonesia, juga di negara-negara lainnya.
Sekolah online yang diciptakan untuk menjadi solusi saat terjadinya pandemi agar anak-anak dapat terus mengenyam pendidikan sekolah, sekarang berpeluang dilanjutkan.
Bahkan di beberapa sekolah umum yang sudah mulai melakukan aktivitas pembelajaran tatap muka, beberapa orangtua siswa lebih memilih melanjutkan metode daring untuk pendidikan anaknya.
Seperti dilansir oleh weforum.org, secara global, sekolah online berpeluang untuk dilanjutkan setelah pandemi. Salah satu situs berita online Amerika Serikat nytimes.com mengungkapkan, distrik-distrik di Amerika Serikat tengah berlomba untuk mendirikan sekolah daring yang lengkap dan terbaik untuk siswa-siswanya. Dengan kurikulum sama seperti sekolah pada umumnya, ijazah lengkap, sekolah daring semakin diminati.
Bahkan sebelum COVID-19, weforum.org mencatat sudah ada pertumbuhan dan adopsi yang tinggi dalam teknologi pendidikan, dengan investasi edtech global mencapai US$18,66 miliar pada tahun 2019 dan pasar keseluruhan untuk pendidikan online diproyeksikan mencapai $350 miliar pada tahun 2025. Baik itu aplikasi bahasa, les virtual , alat konferensi video, atau perangkat lunak pembelajaran online, telah terjadi lonjakan penggunaan yang signifikan sejak COVID-19.
Baca Juga: Pendidikan Karakter: Aspek yang Hilang dalam Pembelajaran Daring
Di Indonesia sendiri, fenomena sekolah online sudah mulai bermunculan. Mulai dari sekolah online yang bergerak di spesifik ilmu seperti kursus Bahasa Inggris online, juga ada sekolah online khusus PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Salah satunya Sekolah Online Akubisa, yang mengkhususkan untuk pendidikan anak usia 2-6 tahun dengan menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan mengeluarkan ijazah resmi untuk dapat digunakan saat mendaftar ke sekolah dasar.