Mendengar keterangan ahli BPM pada persidangan tersebut, Ketua Majelis Hakim PN Tipikor IG Eko Purwanto meminta BPK menyampaikan kembali soal rincian kerugian negara, karena BPK belum menyebutkan detail kepada delapan terdakwa, mengingat tindakan BPK bertolak belakang dengan tempus de licti, rentang jabatan para terdakwa.
Olehnya itu, BPK gagal paham dalam menafsirkan penyelewengan uang negara dengan kerugian negara. Ternyata, kerugian negara Rp 22,788 triliun yang disampaikan BPK, investasi ASABRI yang masih berbentuk saham reksadana yang berpotensi untung berkali-kali lipat, namun BPK menvonis itu sebagai kerugian negara.
Terlebih lagi, BPK menyatakan bahwa ada keuntungan saham reksadana PT ASABRI dalam setiap jabatan.
"Jika Jumlah saham tetap, berarti tidak ada kerugian negara. Jika nilai harga saham naik atau turun itu adalah konsekuensi bisnis saham, seharusnya saat harga saham naik saham dijual. Jika harga saham turun melaju seharusnya pimpinan korporasi segera nelepas saham dan (jual). Jika membiarkan saham turun serendah - rendahnya dan saham dijual murah, maka korporasi alami kerugian bisnis karena kecerobohan dari pimpinan korporasi," jelas Prof Mudzakir.
Lebih lanjut Mudzakir mengatakan, jika pimpinan korporasi diketahui bekerja sama dangan pembeli saham yang anjlok tersebut maka pimpinan korporasi telah melakukan tindak pidana dalam bisnis sama yang merugikan korporasi yang dipimpinnya.
"Kerugian tersebut bukan tipikor tetapi tindak pidana umum karena masuk dalam tindak pidana umum," ujarnya.
Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai kasus PT ASABRI mengguncang ketatanegaraan.
"Jelas kasus ini mengguncang ketatanegaraan kita, nilainya sangat besar (Rp 22,788 triliun). Intinya yang harus kita desak adalah Jaksa dan hakim harus aktif menggoreng keterangan-keterangan para terdakwa itu," ujar Margarito kepada wartawan di Jakarta, Selasa (30/11/2021).
Pakar yang juga penulis buku Pembatasan Kekuasaan Presiden ini menjelaskan, kalau masih ada yang disembunyikan dalam kasus yang menghebohkan tersebut, akan sangat berbahaya kedepannya.
Baca Juga: KPK Benarkan Limpahkan Kasus Korupsi Anak Usaha PT Jakpro ke Mabes Polri
"Jadi agar diketahui dan terungkap fakta-fakta baru, sehingga dengan fakta-fakta baru itu akan diketahui apakah mereka itu sudah orang yang sebenarnya atau bukan? Atau masih ada lagi orang lain, dan orang lain itu belum diambil (jadi tersangka) sampai dengan saat ini," terang Margarito.