Selain itu, tidak sembarang kripto bisa ditransaksikan di Indonesia, kripto itu harus memenuhi syarat erbasis ledger technology, berupa aset kripto utilitas atau utilty crypto atau juga bisa disebut aset kripto beragun aset (crypto backed asset).
Ditambah lagi, kripto itu juga sudah memiliki hasil penilaian dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang ditetapkan Bappebti sendiri.
Menanggapi fatwa-fatwa di atas, Chief Executive Officer (CEO) Indodax Oscar Darmawan mengatakan, kripto memang tidak digunakan untuk alat pembayaran di Indonesia tapi dijadikan komoditi.
“Sebenarnya semua aset kripto punya underlying-nya. Cuma ada yang underlying-nya mudah dipahami dalam aset fisik seperti USDT, LGold, LSILVER, XSGD, tapi ada juga yang underlying-nya berupa biaya penerbitannya seperti Bitcoin,” papar Oscar.
Dalam kesempatan terpisah, Chief Operating Officer (COO) Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda mengaku menghargai fatwa haram kripto meski ia menjelaskan Bappebti mengawasi ketat kripto di Indonesia.
“Terkait isu fatwa MUI, kami sangat menghormati pandangan, kearifan dan penyikapan para kiai dan ulama,” kata dia.