Penjelasan Lengkap Alasan Fatwa Haram Kripto dari MUI, Tarjih PP Muhammadiyyah dan PWNU Jatim

Dalam Fatwa Tarjih menetapkan bahwa mata uang kripto hukumnya haram baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar, tulis Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
Suara.com - Belum lama ini, pemerintah Indonesia secara resmi mengizinkan perdagangan 229 kripto. Hal ini tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Penetapan Daftar Aset Kripto Yang Dapat Diperdagangkan Di Pasar Fisik Aset Kripto.
Keputusan pemerintah sedikit berseberangan dengan sejumlah kalangan agamis seperti Majelis Ulama Indonesia, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah hingga Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur yang merilis fatwa haram pada aset digital tersebut untuk digunakan sebagai alat pembayaran.
“Dalam Fatwa Tarjih menetapkan bahwa mata uang kripto hukumnya haram baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar,” tulis Muhammadiyah dalam laman resminya, Selasa (18/1/2022).
Sedikit berbeda dengan Muhammadiyah, MUI melalui ijtima tidak hanya mengharamkan kripto sebagai alat pembayaran tapi juga haram diperdagangkan.
Baca Juga: Apa Hukum Hutang Pinjol dalam Islam? Galbay Bisa Diburu Debt Collector hingga Terancam Penjara!
Organisasi induk itu juga menyebut kripto sebagai aset digital yang tidak sah diperdagangkan karena memiliki nilai gharar, dharar, qimar.
“Tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli,” kata Sekretaris Komisi Fatwa, Niam dalam konferensi pers, akhir tahun lalu.
Meski demikian, Asrorun Ni'am Sholeh mengacualikan, kripto yang memenuhi syarat sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas, maka sah untuk diperdagangkan.
Mengutip dari Terkini.id (jaringan Suara.com), Fatwa Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menjelaskan, kripto memiliki banyak sifat spekulatif hingga kurang secara syariat Islam.
Alasannya, sifat spekulatif dan gharar dilarang dalam Agama Islam, merujuk pada Firman Allah dan hadis Nabi Muhammad dan tidak memenuhi standar Etika Bisnis menurut Muhammadiyah Sebagai alat tukar. Ditambahkan pula, kripto hingga kini belum memiliki otoritas resmi yang bertanggung jawab.
Baca Juga: OJK Beberkan Langkah Muhammadiyah Ingin Dirikan BPR Syariah
Dengan demikian, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyimpulkan, ada kemudaratan dalam mata uang kripto.