Penertiban Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin Harus Tuntas

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 29 Juli 2022 | 06:47 WIB
Penertiban Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin Harus Tuntas
Ilustrasi pertambangan. [Shutterstock]

"UU No. 3/2020 bukan UU kewilayahan, tapi UU Pengelolaan untuk mengusahakan minerba," tukasnya

Strategi dan upaya penanganan PETI yang dilakukan Kementerian ESDM, menurut Antonius, dengan melakukan penataan wilayah pertambangan dan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat, meningkatkan peran PPNS dalam pembinaan terhadap pertambangan berbasis rakyat, pendataan dan pemantauan kegiatan PETI oleh inspektur tambang, hingga upaya formalisasi menjadi wilayah pertambangan rakyat dan IPR.

Strategi lain, upaya pemulihan kerusakan lahan bekas PETI, upaya pengendalian peredaran dan penggunaan limbah B3, upaya penegakan hukum, indentifikasi lokasi PETI dengan analisis dan penginderaan jauh. 

“Tidak hanya itu, upaya penegakan hukum dilakukan dengan intervensi pemerintah melalui pemberlakuan syarat dokumen penjualan komoditas tambang serta peningkatan pengawasan pemasaran,” katanya.  

Pemerintah juga melakukan pemutusan rantai pasok bahan baku dan mata rantai penjualan hasil PETI melalui koordinasi bersama Polri dan Pemda. Penguatan pengawasan oleh PPNS berkoordinasi dengan Polri, dan Gakkum KLHK. 

Komisaris Polisi Eko Susanda mengatakan selagi aspek hukumnya jelas, maka melibatkan kepolisian akan sangat mudah. Namun jika aspek hukumnya masih abu-abu itu akan sangat berat.

“Kepolisian jadi ada keraguan juga kalau mau melakukan penegakan hukum pada PETI,” kata dia.

Eko mengatakan dari aspek penegakan hukum, Polri sangat terbatas sumber dayanya. Pasalnya, tidak hanya menangani perkara pertambangan saja, namun ada 55 perkara perundangan yang harus ditangani.

“Kalau semua perkara pertambangan ini harus dihadapkan pada penegakan hukum saja, pasti resource-nya kurang. Memang harus tetap ada penegakan hukum,” kata dia.

Baca Juga: Mardani Maming Ditahan KPK

Eko menambahkan perlu peran pemerintah untuk mencarikan strategi penyelesaian masalah PETI, meski di sisi lain polisi tetap melakukan penegakan hukum.

“Pemda bisa menyediakan lapangan kerja lain, edukasi ditingkatkan, itu tentu akan lebih baik,” katanya.

Ahmad Redi mengatakan PETI mempunyai karakter khusus, bekerja secara individu bahkan korporasi. Korporasi modusnya itu menambang di luar WIUP-nya karena sudah habis sumber cadangannya.

“Yang hari ini menjadi masalah sosial adalah yang dilakukan kelompok kecil sehingga ada 200-ribu orang yang potensial masuk penjara,” kata dia.

Ada dua faktor yang menurut Redi menjadi penyebab dari PETI, yakni faktor sosial dan hukum. Faktor sosial adalah di mana kegiatan sudah menjadi pekerjaan turunan karena dilakukan secara turun menurun oleh masyarakat setempat. Terdapatnya hubungan yang kurang hamornis antara pertambangan resmi atau berizin dan masyarakat setempat.

“Terjadinya penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa batas,” kata dia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI