“EV bisa menjadi solusi atas masalah ini,” katanya.
Selebihnya, potensi EV juga tercermin dari terus meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengurangi emisi karbon, menurunkan tingkat kecelakaan lalu lintas akibat human error, serta pentingnya efisiensi dalam
berkendara. Meski begitu Jhanghiz juga khawatir dengan masih tingginya risiko gagal sistem.
Dia mengutip sebuah riset yang dilakukan tahun 2015.
“AV diharapkan mampu menurunkan tingkat kecelakaan akibat human error. Faktanya, menurut riset tersebut, tingkat tabrakan (collision) EV masih lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan yang dikemudikan secara manual. Perbandingannya, EV 9,1 per juta mil dan yang manual hanya 4,1 per juta mil.”Papar Jhanghiz.
Jhanghiz juga menyoroti lambatnya perkembangan EV karena tiga masalah utama. Urainya, 80% masalah adalah bagaimana membuat EV bisa tetap mengikuti
garis yang ada di jalan. Lalu, 10%-nya lebih rumit, yakni bagaimana EV saat melintas di persimpangan jalan atau bundaran, serta 10% lainnya adalah bagaimana EV
mampu merespon kondisi-kondisi yang tidak terduga (edge cases).
“Contohnya adalah kalau ada hewan yang tiba-tiba melintas,” kata Jhanghiz.
Itulah sejumlah kendala dari perkembangan dan penerapan EV di Indonesia maupun dunia. Sebagai bagian dari sistem transportasi masa depan, kehadiran EV merupakan keniscayaan. Guna mengatasi berbagai masalah tersebut, pemerintah, dunia industri dan para peneliti di perguruan tinggi perlu berkolaborasi.