Untuk mencapainya, Putu berpandangan bahwa anggota parlemen harus mengintegrasikan pendekatan berbasis hak asasi manusia terhadap perubahan iklim, mengarusutamakan dan meningkatkan visibilitas prinsip-prinsip hak asasi manusia non-diskriminasi, kesetaraan, akuntabilitas, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
“Selain mendukung resolusi dan deklarasi tentang aksi iklim di forum internasional seperti Interparliamentary Union (IPU), saya selalu menganjurkan filosofi tersebut, karena akan memiliki manfaat sosial-ekonomi dan lingkungan yang signifikan bagi rakyat kita di rumah,” katanya.
Selain itu, Putu yang merupakan anggota legislatif dari Bali ini mengatakan masyarakat juga harus didorong untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam kegiatan terkait aksi iklim. Dalam konteks ini, Bali memiliki kearifan lokal (kearifan lokal) yang selalu dijunjung tinggi yaitu filosofi Tri Hita Karana.
Menurut dia, filosofi ini mendefinisikan hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan alam, dan manusia dan sesama manusia. Tuhan menciptakan alam juga untuk dijaga. Alam harus dihormati, dilindungi dan dilestarikan.
“Salah satu strateginya adalah memastikan partisipasi dan kontribusi manusia dalam aksi iklim, yang tidak hanya akan menguntungkan planet ini tetapi juga ekonomi,” kata Putu.
Kemudian, lanjut Putu, ada Hari Raya Nyepi sebagai bagian implementasi filosofi tradisional, yang mengharuskan masyarakat mematikan lampu dan tidak menggunakan peralatan elektronik selama 24 jam.
"Kami juga memiliki Subak. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat dijadikan pedoman bagi kita untuk melakukan mitigasi perubahan iklim,” jelasnya.
Namun demikian, Putu mengakui bahwa tidak ada negara yang dapat menghadapi krisis iklim dengan sendirinya. Makanya, ia memandang prinsip penuh rasa tanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan masing-masing masih harus diterapkan secara penuh dan efektif.
Dalam konteks ini, ia menyebut Indonesia diperkirakan membutuhkan sekitar Rp3.416 triliun untuk mengatasi perubahan iklim pada tahun 2030, dan Rp28.223 triliun untuk mencapai target nol emisi karbon pada tahun 2060.
Baca Juga: DPR Dorong Negara Maju Penuhi Dana Perubahan Iklim USD 100 Miliar
Selain anggaran negara (APBN), upaya perubahan iklim juga didanai melalui Green Sukuk, obligasi syariah yang berkontribusi pada proyek terkait lingkungan. Dari 2018-2021, penerbitan Sukuk hijau global berjumlah sekitar USD 3,5 miliar, dan telah berhasil mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 10,3 juta ton dari 2018 hingga 2020.