Investasi dan harapan yang besar tersebut akan sia-sia manakala dalam pelaksanaan PSR menggunakan benih asalan atau benih ilegitim. Beberapa dampak negatif akibat dari penggunaan benih sawit ilegitim antara lain: (1) tanaman lambat berbuah, (2) produksi TBS lebih rendah dari produksi normal, (3) proses pengolahan tidak efisien, serta (4) kerugian finansial dan ekonomi.
“Melalui aplikasi Babe Bun PSR, penggunaan benih ilegitim dapat diminimalisir, pemasaran/bisnis benih sawit lebih terbuka/tidak terjadi monopoli, distribusi benih sawit lebih terorganisir, petani memiliki kesempatan untuk memilih benih sawit sesuai dengan minat dan kesesuaian lokasi, serta pemerintah dalam hal ini Ditjenbun dan UPTD Perbenihan seluruh Provinsi dapat ikut mengawasi proses peredaran benih kelapa sawit khususnya untuk kegiatan PSR,” ungkap Gunawan.
Sehingga dalam hal ini aplikasi BabeBUN PSR yang bagian dari BabeBUN mempercepat terwujudnya program PSR.
Kadis Perkebunan, Agus Darwah menyambut baik program PSR. Sebab tidak sedikit petani perkebunan yang dahulu menggunakan benih asalan atau tidak bersertifikat.
“Memang saat ditanam benih tersebut akan tumbuh, tapi tidak berbuah secara maksimal. Sehingga dengan adanya program PSR maka diharapkan benih yang ditanam bisa berbuah dengan maksimal,” harap Darwah.
Sedangkan Ketua Forum Kerjasama Produsen Benih Kelapa Sawit (FKPB-KS), Dwi Asmono menyatakan siap mendukung terwujudnya program PSR. Berapa pun kebutuhan benih untuk PSR, produsen benih siap memenuhinya.
“Jika dahulu Indonesia dikenal sebagai produsen minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terbesar didunia, saat ini Indonesia juga sebagai produsen benih kelapa sawit terbesar didunia,” pungkas Dwi.