Pada level Asia Tenggara, pecahan Rp 100.000 adalah pecahan uang terbesar kedua setelah Dong Vietnam dengan denominasi 500.000.
Selain itu, tujuan redenominasi rupiah lainnya adalah agar perekonomian Indonesia bisa setara dengan negara-negara lain terutama di tingkat regional.
Setiap kebijakan ekonomi pasti memiliki dampak atau risiko, tak terkecuali redenominasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Astrini dkk diterbitkan di ipb.ac.id (2014), redenominasi akan mengubah harga jual.
Jika redenominasi dilakukan akan ada penurunan harga barang elastis baik kondisi inflasi yang tinggi atau kondisi inflasi yang rendah.
Redenominasi juga menyebabkan perubahan pada nilai transaksi pada barang elastis. Sehingga jika redenominasi dilakukan ketika kondisi pertumbuhan ekonomi yang rendah akan menyebabkan penurunan nilai transaksi.
Namun apabila redenominasi diterapkan saat pertumbuhan ekonomi sedang tinggi justru dapat menyebabkan peningkatan nilai transaksi.
Menurut penelitian tersebut, sebagian besar responden tidak percaya, pemerintah akan mampu mengendalikan laju inflasi setelah redenominasi.
Risiko redenominasi lainnya adala inflasi. Mengutip dari situs OCBCNISP, inflasi dapat terjadi setelah redenominasi lantaran masyarakat kaget dengan jumlah uang terbaru.
Hal itu dapat memicu nilai tukar mata uang merosot dan harga barang atau jasa jadi melambung tinggi. Karena pembulatan harga barang dan jasa sangat mungkin terjadi.