Selain diikuti oleh orang-orang penting terkait energi dari Asia Tenggara, AEBF ini juga mengundang perusahaan raksasa dari Rusia, AS, China dan Jepang. Menurut Nuki, strategi mengundang mitra dari luar kawasan untuk alih teknologi atau belajar pengetahuan baru. Perang antara negara besar, katanya, punya dampak geopolitik dan geoekonomi. Asia Tenggara ini jadi tempat yang netral sehingga kita bisa mengundang semua negara yang berseteru demi keuntungan kawasan.
Pasalnya, transisi energi yang berkelanjutan di ASEAN membutuhkan pendanaan yang besar sehingga perlu investasi dan kerja sama bisnis. Selain itu, tantangan lainnya seperti bagaimana memobilisasi investasi sistem energi yang besar, memastikan transisi berhasil secara teknis, dan bagaimana memaksimalkan peluang ekonomi, dan meminimalkan gangguan sosial.
Pelaksanaan AEBF juga bersamaan dengan the 41st ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) dan the 3rd ASEAN International Conference on Energy and Environment (AICEE). Penyatuan konferensi-konferensi ini untuk memperkuat dampak dan signifikansinya, terutama dalam membangun hubungan, dan upaya kerja sama yang memperkuat posisi ASEAN sebagai wilayah yang dinamis dan berpengaruh dalam lanskap energi global.
Untuk melengkapi penyelenggaraan AEBF, ACE juga menggelar Green Transport Rally (GTR) yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran akan dampak positif lingkungan dan efisiensi energi dari kendaraan listrik dan opsi transportasi berkelanjutan lainnya, seperti kendaraan berbahan bakar biofuel.
Andy Tirta, Manager of Corporate Affair ACE yang juga Chairman of AEBF mengatakan dalam GTR ini berbagai jenis kendaraan akan melakukan perjalanan darat dari Jakarta ke Bali, mempromosikan inovasi dan memajukan perjalanan ASEAN menuju lanskap transportasi yang lebih hijau.
Tidak hanya itu saja, AEBF juga akan menyelenggarakan pemberian Penghargaan Energi ASEAN untuk mengakui para pelaku industri atas kontribusi mereka terhadap pengembangan sektor energi serta ASEAN Energy Youth Award yang memberikan penghargaan bagi anak-anak muda yang juga sudah mengembangkan energi berkelanjutan di kawasan.
Menurut Andy, di tengah ketegangan yang terjadi di Eropa, Asia Tenggara tetap harus menjaga stabilitas politik dan ekonominya. Mengedepankan kolaborasi, kerja sama dan interkonektivitas menjadi hal yang sangat penting demi kemajuan Asia Tenggara, terutama di bidang energi.
“Energi menjadi katalis damai, bukan untuk alasan perang. Jika kita mengedepankan interkonektivitas. Ketahanan energi yang murah dan terjangkau akan kita dapatkan. Untuk itu, juga diperlukan analisis pembiayaan inovatif dan skala besar, mulai dari sumber pembiayaan publik dan swasta, dialog dan aksi lebih lanjut antara investor institusional, Multilateral Development Banks, institusi pembiayaan lain dan industri. AEBF ini merupakan wadahnya, jadi nanti juga bisa ada Business Matching antara pebisnis dan pemerintah atau sesama pebisnis,” tambah Andy.
Baca Juga: HITS Gandeng Padoma Global Energi Sediakan Layanan dan Infrastruktur LNG di Papua Barat