Dear Para Capres, Ada 6 Juta Petani dan Buruh Industri Tembakau yang Siap Berikan Suaranya

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 06 November 2023 | 06:36 WIB
Dear Para Capres, Ada 6 Juta Petani dan Buruh Industri Tembakau yang Siap Berikan Suaranya
Warga membawa Bendera Merah Putih saat mengikuti Kirab Gunungan Tembakau dan Bendera Merah Putih di Gedangan, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (13/8/2022). [ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/nym]

Dalam draf RPP UU Kesehatan terutama pada bagian pengaturan produk tembakau, isinya banyak larangan. Intinya, beleid ini seolah ingin mematikan industri hasil tembakau (IHT).

Sebut saja pasal mengenai pelarangan iklan dan promosi produk tembakau. Atau, pasal yang mengharuskan setiap bungkus rokok berisi minimal 20 batang.

"Kalau iklan dianggap tidak mendidik masyarakat untuk hidup sehat, tinggal dibuat aturan main saja yang berimbang. Bukan dengan melarang iklan atau promosi," papar Trubus.

Sedangkan syarat setiap bungkus rokok berisi minimal 20 batang, tentunya berdampak kepada naiknya biaya operasional. Kalau itu terjadi, maka buruh IHT serta petani tembakau bakalan kena dampaknya juga.

Karena itu, sejak awal, petani tembakau serta para serikat dan organisasi pekerja IHT terus melakukan protes dan penolakan.

Kebijakan anti-petani tembakau

Guru Besar Universitas Airlangga (Unair), Prof Hotman Siahaan, menyebut kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengerek naik cukai rokok 11,6 persen pada 2023 jelas merugikan IHT dan petani tembakau.

Padahal, ujar dia, sektor industri ini adalah padat karya, khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT). Bisa dibayangkan jika sektor IHT di daerah sentra tembakau nyungsep, perekonomian daerah itu pastinya ikut jeblok.

"Padahal, jika perekonomian daerah penghasil tembakau itu bagus, akan menopang perekonomian provinsi dan nasional," kata Prof Hotman.

Prof Hotman mengatakan, pemerintah pusat seharusnya menyadari efek dominonya dari melajunya perekonomian daerah. Sehingga, jangan gegabah dengan mengerek naik cukai hasil tembakau (CHT).

Baca Juga: Bukan buat Anak Muda, Putusan MK soal usia Capres-Cawapres Dinilai Cuma jadi Basis Nepotisme Penguasa

“Dengan kenaikan CHT per tahun, maka industri rokok akan melakukan efisiensi besar-besaran," tuturnya.

Terlebih, menurutnya, banyak di antara pekerja SKT merupakan ibu rumah tangga, yang selama ini turut menopang perekonomian keluarga.

“Kalau mereka menganggur, berarti daya beli keluarga menjadi rendah,” ungkap Prof Hotman.

Ketika konsumsi rumah tangga menjadi lemah, maka pada akhirnya roda perekonomian di daerah tersebut menjadi lesu. Situasi ini yang kemudian juga akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Belum lama ini, sebuah pabrik SKT di Blitar, Jawa Timur, terpaksa tutup. Sebanyak 890 pekerja pabrik tersebut terpaksa di-PHK. Tak hanya pekerja, nasib petani tembakau juga tak kalah miris. Kenaikan cukai bisa membuat harga tembakau turun dan mengakibatkan petani merugi.

“Ujung-ujungnya, produktivitas pertanian tembakau turun, padahal ini bahan baku yang sangat diperlukan. Apakah kita ingin seperti itu? Kan tidak. Semuanya tergantung pemerintah,” kata Hotman mengingatkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI