Suara.com - Meta Platforms, perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp, mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi membayar penerbit berita di Australia untuk konten yang muncul di platform Facebook.
Keputusan ini mulai berlaku pada 1 April 2024 dan menjadi kabar buruk bagi industri media di negara Kanguru itu.
Meta mengatakan bahwa keputusan ini diambil karena Undang-Undang Negosiasi Kode Media Bargaining Australia yang diberlakukan pada tahun 2021 terbukti tidak efektif.
Undang-undang tersebut mewajibkan platform media sosial untuk bernegosiasi dengan penerbit berita untuk membayar konten mereka.
"Kami telah mencoba dengan itikad baik untuk membuat Undang-Undang Negosiasi Kode Media Bargaining Australia bekerja, tetapi sayangnya, undang-undang tersebut tidak dapat dipertahankan," kata Meta dalam sebuah pernyataan dikutip 9News pada Senin (4/3/2024).
Meta mengatakan bahwa mereka akan terus mendukung jurnalisme berkualitas di Australia dengan cara lain, seperti melalui program pendanaan dan kemitraan dengan organisasi berita.
Keputusan Meta ini menuai kritik dari industri berita Australia. Mereka mengatakan bahwa keputusan ini akan merugikan jurnalisme dan demokrasi.
"Keputusan Meta untuk berhenti membayar konten berita adalah serangan terhadap jurnalisme dan demokrasi," kata Michael Miller, CEO News Corp Australia.
Pemerintah Australia juga menyatakan kekecewaannya atas keputusan Meta.
Baca Juga: Catat! Jokowi Pastikan Harga BBM Tidak Naik
"Kami kecewa dengan keputusan Meta untuk berhenti membayar konten berita di Australia," kata Michelle Rowland, Menteri Komunikasi Australia.
Rowland mengatakan bahwa pemerintah akan terus bekerja untuk mendukung industri berita dan memastikan bahwa jurnalisme berkualitas tetap tersedia bagi masyarakat Australia.
Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nezar Patria mengungkapkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau Perpres Publisher Rights bukan sekadar tren mengikuti negara lain.
Wamenkominfo menegaskan kalau Perpres Publisher Rights adalah kebutuhan bangsa untuk mengatur hubungan bisnis antara platform digital seperti Google, Meta (induk Facebook dan Instagram), X atau Twitter, dll, dengan penerbit.
"Perpres ini dirancang untuk menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan kedua belah pihak untuk bernegosiasi dan mencapai kesepakatan bisnis yang saling menguntungkan," kata Nezar, dikutip dari siaran pers, Minggu (3/3/2024).
Ia menyatakan, Perpres 23/2024 memiliki karakteristik unik ketimbang Publisher Rights serupa di negara lain seperti Australia dan Kanada.