”Pertanyaannya sederhana, siapa yang kenal dengan Abipraya dan Nindya? Tapi dengan ADHI orang sudah kenal, dan sudah tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia,” tegas Herry.
Menurut Herry, membandingkan ADHI, Abipraya, dan Nindya juga sudah timpang. Nindya dieliminasi dari posisi pemimpin karena statusnya yang masih menjadi ’pasien’ PPA. Sedangkan jika membandingkan ADHI dan Abipraya, secara laporan keuangan misalnya, aset Abipraya sekitar Rp 8 triliun, sedangkan ADHI sekitar Rp 40 triliun.
Dari sisi nilai proyek yang dikerjakan, ADHI menangani proyekm dengan nilai yang jauh lebih besar. Selanjutnya dari sisi sektor proyek yang dikerjakan, ADHI jauh lebih beragam. Jadi menurut Herry pengalaman dan pemahaman ADHI itu jauh lebih besar ketimbang Abipraya.
ADHI, di mata Heryy, biasa menangani masalah yang lebih kompleks dan jauh lebih tahan banting ketika dihadapkan dengan masalah. Sebaliknya, Abipraya karena mengerjakan proyek yang ukurannya kecil maka resikonya juga kecil- kecil.
”Kalau dianalogikan yang satu ngurusin pembuatan sepeda yang satu lagi udah ngurusin pembuatan mobil. Nah, kalau saya jadi investor atau shareholder yang punya duit, kira-kira uang saya nih mau kembangkan, kira-kira nih, saya mau taruh di yang ngurusin sepeda atau mobil?” ucap Herry.
Selain itu, ADHI sebagai perusahaan yang tercatat di bursa terbiasa dengan laporan tahunan yang cukup kompleks. Hal ini mengacu pada aturan OJK yang mengutamakan keterbukaan dan GCG. Sedangkan Abipraya ketika membuat laporan tahunan, cukup mengacu satu indikator, yaitu Kementerian BUMN.
Sebagai perusahaan publik sejak tahun 2021 ADHI sudah diwajibkan oleh OJK sebagai otoritas dan regulator di bidang keuangan, untuk membuat laporan yang disebut dengan keuangan yang berkelanjutan atau sustainability report sebagai standar dari ESG. Sebuah standar yang sudah menjadi perhatian pemerintah maupun dunia.
Herry melihat ADHI dari sisi tata kelola, baik tata kelola di bidang pengelolaan perusahaan maupun tata kelola di bidang keberlanjutan lingkungan sudah lebih kuat secara fundamental dan lebih dipercaya oleh calon investor, kreditor ataupun shareholder bukan hanya lokal namun juga global.
Integrasi BUMN karya telah masuk dalam peta jalan BUMN 2024-2034. Kementerian BUMN dipastikan bertanggung jawab atas rencana tersebut dan tidak akan terputus setelah pemerintahan berganti. Sehingga pada dasarnya tenggat waktu menjadi tidak relevan. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Herry. Selain tidak relevan juga jika dipaksakan akan menjadi warisan yang buruk Menteri BUMN Erick Thohir.
Baca Juga: Gapensi Optimistis Tingkatkan Kontribusi Sektor Jasa Konstruksi
”Misalnya gini, kita ambil contoh kembali dari kluster ADHI, ini ada tiga perusahaan, ketika digabungkan, size-nya misalnya akan menjadi sekitar Rp60 triliun. Kita ibaratkan sebagai sebuah restoran ternama yang berlokasi di Sudirman. Tapi mohon maaf ya, yang memimpin tiba-tiba karena integrasinya dipaksakan selesai segera, yang tadinya megang warteg di Mampang. Gimana investor bisa percaya taruh modal disitu” tutur Herry.