Para pengusaha pesimis Israel bisa mencapai kondisi damai dalam waktu dekat sehingga ekonomi tidak mungkin stabil. Sementara, pemerintah Israel juga berpotensi akan menyita properti mereka.
Menurut dia, banyak perusahaan Israel yang berusaha 'keluar' atau berinvestasi pada perusahaan di luar negara itu. Contohnya Wiz, perusahaan digital yang berharap segera diakusisi Google.
Sayangnya, Google nampaknya menarik minatnya seiring dengan ketatnya tekanan terhadap Israel yang berdampak pada afiliasi negara itu.
"Google membatalkan kesepakatan ini. Mereka tidak ingin melakukan investasi semacam itu," kata dia.
Ekonomi Israel, kata Hever, bekerja dalam keadaan darurat yang konstan, yang merupakan satu-satunya hal yang mencegah keruntuhan total.
"Orang-orang ingin ada pemilu. Mereka ingin ada proses penyelidikan semua korupsi dan kasus-kasus. Tapi selama situasi militer dan keamanan begitu sulit dan begitu dalam momen darurat, semua ini ditunda" ujarnya.
Pukulan lain terhadap ekonomi Israel adalah gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) global, yang menurut Hever tidak pernah sebanyak dan sekuat saat ini.
Israel, kata dia, berada di sekitar tahap ketiga dan terakhir sanksi. Sanksi tersebut bisa membuat perdagangan Israel dengan negara-negara lain kian terancam. Dampaknya terhadap ekonomi negara itu tidak main-main.
"Ekonomi Israel sangat bergantung pada perdagangan internasional dan perjanjian internasional. Mitra dagang terbesar mereka adalah Uni Eropa."
Keputusan Mahkamah Internasional pada 19 Juli menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina tidak sah dan "membantu pendudukan adalah kejahatan perang," ujarnya.