Suara.com - Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia, kewajiban untuk membayar utang kepada perbankan tetap menjadi isu yang penting dan mendasar.
Meskipun banyak UMKM yang terdampak oleh fluktuasi pasar dan kesulitan likuiditas, kewajiban membayar utang tetap tidak bisa diabaikan.
Lalu, mengapa penting bagi UMKM untuk memenuhi kewajiban ini dan bagaimana dalil hukum menguatkan kewajiban tersebut?
Sebagai pilar utama perekonomian Indonesia, UMKM memegang peranan penting dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, untuk memastikan keberlanjutan usaha dan menjaga hubungan baik dengan lembaga keuangan, penting bagi pelaku UMKM untuk memenuhi kewajiban mereka, termasuk membayar utang yang telah disepakati dengan pihak perbankan.
Selain itu, membayar utang juga berkaitan dengan kredibilitas dan reputasi. Jika UMKM tidak membayar utang tepat waktu, ini bisa berdampak pada penurunan skor kredit, yang membuat mereka kesulitan mendapatkan pembiayaan di masa depan. Hal ini juga dapat menurunkan kepercayaan dari mitra bisnis dan konsumen.
Dalam pandangan hukum Indonesia, kewajiban membayar utang diatur secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal 1233 KUHPerdata mengatur bahwa:
"Setiap orang yang telah mengikatkan diri dalam perjanjian utang-piutang wajib memenuhi kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati."
Artinya, ketika sebuah utang telah disepakati antara debitur dan kreditur (misalnya, antara UMKM dan bank), maka ada kewajiban hukum yang harus dipenuhi oleh debitur untuk membayar utang tersebut. Hal ini tidak hanya berlaku bagi perorangan, tetapi juga bagi badan usaha, termasuk UMKM.
Baca Juga: Kebijakan Hapus Tagih UMKM Berpotensi Timbulkan Moral Hazard, Perlu Aturan Ketat Agar Tepat Sasaran
Selain itu, dalam Pasal 1243 KUHPerdata, ditegaskan bahwa: