Selanjutnya, terdakwa dapat dijatuhi hukuman pidana tambahan berdasarkan Pasal 18 UU Tipikor, yaitu berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan terdakwa jangan dituntut hukuman pidana penjara pengganti (subsider).
"Pengalaman saya, subsider enggak boleh lebih lama dibandingkan pokok. Pokok dihukum 4 tahun, subsider 3 tahun. Uang penggantinya berapa? Rp350 miliar. Ini ada kejadian, subsider-nya 6 bulan. Ya pilih tambah (kurungan) 6 bulan lagi. Jadi ketentuan subsider itu berdasarkan fakta bukan berdasarkan perilaku," tambahnya.
Senada dengan Chandra Hamzah, Wakil Ketua KPK 2003-2007 Amien Sunaryadi mengatakan, penegak hukum, termasuk KPK yang dipimpinnya dulu, belum banyak fokus kepada pidana suap. Menurutnya, bribery atau suap merupakan indikator yang sangat penting dalam tindak pidana korupsi.
“Kalau bribery tidak diberantas ya indeks korupsi kita akan jelek terus. Kemudian negara-negara maju atau individu yang kena denda besar di Amerika Serikat kasusnya adalah suap,” tutur Amien.
Jadi, kata Amien, suap itu ada di mana-mana. Bahkan dimulai dari perizinan, pengadaan bahkan di penegak hukum. Maka dari itu, pemberantasan korupsi harus berangkat dari fakta lalu baru bisa menyiapkan strateginya.
“Strateginya dibagi dua saja. Bagaimana supaya Indonesia tidak mengulangi kegagalan korupsi di orde baru dan 25 tahun reformasi. Menurut saya tegas saja pasal 2 dan 3 dicabut dengan cara judicial review,” ungkapnya.