BPS Bongkar Biang Kerok Masyarakat Miskin Kota: Setengah Penganggur & Harga Pangan Melonjak

Sabtu, 26 Juli 2025 | 09:14 WIB
BPS Bongkar Biang Kerok Masyarakat Miskin Kota: Setengah Penganggur & Harga Pangan Melonjak
Ilustrasi. BPS Bongkar Biang Kerok Masyarakat Miskin Kota: Setengah Penganggur & Harga Pangan Melonjak (Unsplas/Chitto)

Suara.com - Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, mengungkapkan adanya kenaikan tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan pada Maret 2025. Salah satu penyebab utamanya adalah meningkatnya jumlah setengah pengangguran, fenomena yang semakin meresahkan di tengah dinamika pasar kerja.

BPS mencatat, tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan naik tipis namun signifikan, sebesar 0,07 persen poin, dari 6,66 persen pada September 2024 menjadi 6,73 persen pada Maret 2025. Angka ini menjadi lampu kuning bagi pemerintah untuk segera mengambil tindakan.

“Ada beberapa kondisi sosial ekonomi yang terkait dengan kenaikan kemiskinan di perkotaan, yang pertama jumlah setengah pengangguran,” kata Ateng Hartono, dalam konfrensi persnya di Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Fenomena setengah pengangguran ini memang menjadi perhatian serius. Mereka adalah para pekerja yang sejatinya memiliki pekerjaan, namun bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan mirisnya, masih terus mencari pekerjaan lain atau bersedia menerima pekerjaan tambahan. Ini mengindikasikan bahwa pendapatan dari pekerjaan utama mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Ateng menuturkan, jumlah setengah penganggur di perkotaan pada Februari 2025 melonjak drastis, meningkat 460 ribu orang dibandingkan pada Agustus 2024. Peningkatan ini menjadi cerminan dari pasar kerja yang semakin kompetitif dan belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal dengan jam kerja penuh dan penghasilan layak.

Faktor lain yang tak kalah krusial adalah kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di kalangan laki-laki di wilayah perkotaan. TPT laki-laki naik dari 5,87 persen pada Agustus 2024 menjadi 6,06 persen pada Februari 2025.

“Nah laki-laki kan sebagian besar ujung tombak dalam perekonomian, dalam bekerja. Jadi, kenaikan TPT pada laki-laki ini akan berpengaruh terhadap tadi tingkat kemiskinan yang di perkotaan,” ujar Ateng. Kenaikan angka pengangguran pada kelompok ini memiliki dampak domino yang signifikan terhadap kemampuan rumah tangga untuk bertahan hidup.

BPS juga menemukan adanya korelasi kuat antara tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang rendah dengan kemiskinan. Mirisnya, 59,45 persen kepala rumah tangga miskin hanya merupakan tamatan SMP atau sederajat.

“Rendahnya tingkat pendidikan ini berkontribusi tentunya terhadap terbatasnya akses mereka terhadap pekerjaan yang layak. Sebanyak 49,01 persen kepala rumah tangga miskin bekerjanya di sektor informal,” ujarnya. Hal ini menggambarkan lingkaran kemiskinan yang sulit diputus, di mana pendidikan rendah membatasi akses pekerjaan formal, sehingga banyak yang terpaksa bekerja di sektor informal dengan penghasilan tidak menentu.

Baca Juga: BPS Umumkan Kemiskinan Ekstrem Turun Drastis, Istana: Ini Kabar Gembira, Target Kita 0 Persen

Terakhir, namun tak kalah penting, Ateng menyatakan bahwa kenaikan harga sebagian besar komoditas pangan berdasarkan harga pasar juga menjadi faktor pendorong utama naiknya kemiskinan di perkotaan. Komoditas seperti minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih menjadi 'biang kerok' yang amat mempengaruhi daya beli rumah tangga kelompok bawah.

Kenaikan harga barang pokok ini sangat rentan mendorong kelompok masyarakat 'rentan miskin' untuk turun kelas menjadi kelompok miskin. “Di kota kan sebagian besar tidak memproduksi (bahan pangan) sendiri, sehingga kenaikan harga tentunya akan berpengaruh terhadap daya belinya, terutama untuk yang rumah tangga pada kelompok bawah ataupun miskin dan juga rentan miskin,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI