"Mereka tetap mengeluarkan surat jalan yang mencantumkan jumlah galon yang diangkut. Itu berarti mereka menyetujui muatan berlebih ini. Pembiaran seperti ini sudah berlangsung lama, sehingga mereka tak bisa lepas tangan," tegasnya.
KPBB menduga bahwa praktik ODOL terus dipertahankan karena menguntungkan pihak Aqua. Dengan kelebihan muatan, perusahaan dapat menghemat Rp3,6 juta per rit, yang jika dikalkulasi mencapai Rp483 miliar per tahun.
"Ini bukan sekadar efisiensi, tetapi praktik pungutan liar terselubung. Aqua mendapat keuntungan besar dari muatan ilegal, sementara masyarakat menanggung risikonya," kata Safrudin.
Atas temuan ini, KPBB mendesak Kementerian Perhubungan dan Kepolisian untuk menerapkan strict liability—tanggung jawab mutlak—kepada pemilik barang, bukan hanya kepada operator transportasi.
"Jika muatannya ilegal, pemilik barang harus ikut dihukum. Mereka tak bisa terus berlindung di balik mitra logistik," pungkasnya.