Dibandingkan dengan guncangan sebelumnya, termasuk krisis keuangan global 2008-2009 dan pandemi COVID-19, guncangan saat ini adalah hasil dari kebijakan pemerintah, yang berarti guncangan tersebut juga dapat dibalik.
Ia mengatakan krisis saat ini akan semakin menekan pertumbuhan di pasar negara berkembang, setelah penurunan yang stabil dari level sekitar 6% dua dekade lalu, dengan perdagangan global sekarang dijadwalkan tumbuh hanya 1,5% - jauh di bawah pertumbuhan 8% yang terlihat pada tahun 2000-an.
"Jadi, ini adalah perlambatan mendadak di atas situasi yang tidak terlalu baik," katanya.
Apalagi, aliran portofolio ke pasar berkembang dan investasi langsung asing (FDI) juga menurun, seperti yang terjadi selama krisis sebelumnya.
"FDI adalah 5% dari PDB di pasar berkembang selama masa-masa baik. Sekarang sebenarnya 1% dan aliran portofolio dan aliran FDI secara keseluruhan turun," katanya.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan pada triwulan I 2025 pemerintah telah menarik utang baru dari Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak Rp 282,6 triliun. Angka ini mencapai 44 persen dari target penerbitan SBN tahun ini, yakni Rp 642,5 triliun.
Adapun pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dilakukan lewat pembiayaan utang dan non-utang. “Pembiayaan utang dipenuhi melalui penerbitan SBN yang secara neto mencapai Rp 282,6 triliun,” ucap Sri di sela konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Keuangan (KSSK), dikutip Jumat, 25 April 2025.
embiayaan utang juga dilakukan lewat pinjaman neto yang pada triwulan awal mencapai minus Rp 12,3 triliun.
Baca Juga: Makin Melorot, Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 Jadi 4,7 Persen