KPPU Anggap Ada Kartel Bunga Pindar dari SK AFPI, Ini Kata Ahli

Achmad Fauzi Suara.Com
Jum'at, 15 Agustus 2025 | 19:14 WIB
KPPU Anggap Ada Kartel Bunga Pindar dari SK AFPI, Ini Kata Ahli
Ilustrasi Pinjaman Daring.

Suara.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menggelar sidang dugaan kartel bunga pinjaman daring (pindar). KPPU menganggap adanya persekongkolan platform dalam menetapkan bunga pindar.

Investigator KPPU Arnold Sihombing menyampaikan saat ditemui wartawan bahwa kesepakatan penetapan harga bunga pinjaman antar anggota AFPI menjadi bukti dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999.

Menurutnya, kesepakatan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) AFPI Tahun 2020 dan 2021 yang menjadi pedoman perilaku (code of conduct) seluruh anggota. sebagai gambaran bahwa Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Ilustrasi
Ilustrasi pinjol

Sementara, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) Ditha Wiradiputra menilai bahwa langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menjadikan Surat Keputusan (SK) Code of Conduct Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai alat bukti kesepakatan antar platform tidak tepat secara hukum.

"Dari perspektif hukum, Code of Conduct umumnya bersifat sebagai pedoman perilaku dan etika, bukan sebagai perjanjian bisnis yang memiliki konsekuensi hukum langsung terhadap pelaku usaha terlebih pedoman tersebut tidak membatasi atau mengurangi terjadinya persaingan di antara perusahaan," ujarnya seperti dikutip di Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Ditha menuturkan, SK code of conduct tidak dapat diposisikan sebagai bukti adanya kesepakatan antar platform untuk membatasi persaingan.

"Kembali, kita harus memahami duduk perkara secara tepat. Jika SK tersebut dibuat untuk mengatur perilaku platform agar bisa lebih baik dalam melayani konsumen (masyarakat), memperkuat tata kelola, dan bermanfaat, kenapa jadi dipermasalahkan? Menjadi soal apabila pedoman tersebut mengurangi terjadinya persaingan," imbuhnya.

Ia menambahkan, penerapan code of conduct pada dasarnya dimaksudkan untuk mengatur standar operasional atau perilaku sesuai nilai dan prinsip tertentu. Oleh karena itu, penggunaan SK tersebut sebagai bukti persekongkolan dinilai keliru dan terlalu dipaksakan.

"Faktanya, terbukti dengan jumlah pelaku usaha yang banyak yang ada di dalam pasar menggambarkan persaingan yang cukup ketat terjadi di dalam pasar. Kemudian apabila dibaca secara seksama pedoman tersebut tidak ada kesepakatan penetapan harga yang dibuat," pungkas Dhita.

Baca Juga: Dolar AS Ngamuk Lagi, Rupiah Tembus Rp16.169: Ternyata Ini Biang Keroknya

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI