Apindo Minta Pemerintah Tidak Beri Tekanan pada Industri Padat Karya

Achmad Fauzi Suara.Com
Selasa, 13 Mei 2025 | 09:34 WIB
Apindo Minta Pemerintah Tidak Beri Tekanan pada Industri Padat Karya
Ilustrasi industri padat karya. (Dok: Pexels.com)

Suara.com - Para pengusaha yang tergabung Asosiasi Pengusahan Indonesia (Apindo) meminta pemerintah tidak memberi tekanan pada Industri padat karya. Salah satunya, dengan mengeluarkan aturan yang bisa menghilangkan satu persatu bisnis industri pada karya.

Salah satunya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan dinilai mengancam keberlangsungan sektor-sektor padat karya seperti industri hasil tembakau serta makanan dan minuman.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam menegaskan perlunya langkah deregulasi yang nyata dari pemerintah untuk menyelamatkan industri padat karya.

Ia menilai, kebijakan eksesif kontraproduktif di tengah melemahnya perekonomian dan meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Industri tembakau dan makanan minuman termasuk sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Kita minta ada deregulasi, bukan malah meregulasi, karena kita menghadapi kelemahan ekonomi dan banyak tenaga kerja yang di-PHK," ujar Bob di Jakarta, Selasa (13/5/2025).

Dia menuturkan, bahwa pemerintah perlu melakukan relaksasi untuk mendorong aktivitas ekonomi domestik, terutama mengingat pasar ekspor saat ini sedang melemah. Spirit deregulasi sebenarnya sudah disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto.

"Tidak hanya di Indonesia, hampir semua negara sekarang melakukan deregulasi karena pasar ekspor kita tidak bisa terlalu diandalkan,” imbuh dia.

Bob turut mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam mengambil langkah agar tidak memicu efek domino dari kebijakan yang terlalu ketat. Regulasi yang terlalu ketat bisa berdampak negatif secara luas dan menghantam banyak aspek kehidupan di luar industri.

Terkait harapan kepada pemerintah, Bob mendorong agar kebijakan relaksasi dilanjutkan dan diterapkan secara terukur.

Baca Juga: Penerimaan Negara dari Cukai Hasil Tembakau Terancam Bisa Berkurang

"Relaksasi harus dilakukan karena di satu sisi pemerintah sedang tertekan mengenai fiskal. Penerimaan negara berkurang, tapi jika relaksasi dilakukan secara tepat, ini akan terjadi pembalikan ekonomi dan revenue akan meningkat," imbuh dia,

Selain itu, Bob menilai pemerintah perlu meneliti tingkat elastisitas relaksasi pada sektor-sektor tertentu, seperti pertembakauan dan makanan minuman.

"Jika kita punya gambaran seperti ini, kita bisa melakukan relaksasi secara bertahap, mulai dari industri yang memberikan pembalikan paling cepat, kemudian diikuti dengan industri lainnya,” tutup dia.

Sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyampaikan aspirasinya agar pemerintah melindungi para pekerja di industri padat karya guna memperkuat daya tahan ekonomi nasional di tengah tantangan global, termasuk perang dagang.

Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menegaskan bahwa pekerja dan pengusaha memiliki posisi yang sama dalam mendapatkan perlindungan dan pembelaan, sesuai dengan prinsip Hubungan Industrial Pancasila.

Ia menekankan bahwa industri padat karya, seperti industri hasil tembakau dan makanan minuman, memiliki peran penting dalam pembangunan Indonesia.

Sudarto menyoroti pasal-pasal dalam PP 28/2024 yang dianggap bermasalah, seperti larangan zonasi 200 meter untuk penjualan produk tembakau, pengaturan Gula, Garam, Lemak (GGL), serta wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024. Oleh karena itu, FSP RTMM-SPSI meminta pasal-pasal terkait tembakau dan makanan minuman dibatalkan dari PP 28/2024.

"Regulasi-regulasi tersebut akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap keberlangsungan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara," kata Sudarto.

Selain itu, Sudarto menyerukan kepada pemerintah untuk memberikan ruang dialog yang setara kepada perwakilan pekerja, seperti FSP RTMM-SPSI yang beranggotakan 250.347 orang pekerja, dalam proses pengambilan kebijakan demi terciptanya keadilan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI