Suara.com - Gelombang penolakan terhadap pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 kian menguat, terutama dari kalangan pedagang pasar dan warung kecil.
Salah satu ketentuan yang paling disorot adalah larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Kebijakan ini dinilai bisa mengancam pendapatan pelaku usaha mikro yang selama ini menggantungkan omzet dari penjualan rokok.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrohman, mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas dampak nyata dari regulasi ini terhadap pendapatan pedagang.
"Di pasar, pedagang rokok itu jumlahnya relatif sedikit dibandingkan pedagang sembako atau pakaian. Namun, bagi sebagian pedagang, penurunan omzet akibat pembatasan ini bisa mencapai 30 persen," ujarnya seperti dikutip, Kamis (15/5/2025).
Pernyataan ini mempertegas bahwa meski hanya sebagian kecil pedagang yang menjual rokok, potensi kerugian yang mereka alami sangat besar.
Banyak pedagang kecil yang membuka warung atau kios di area yang kini terlarang tersebut, dan rokok menjadi salah satu komoditas andalan mereka.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang turut menuai kontroversi. Salah satu pasalnya adalah penyeragaman kemasan rokok tanpa merek, yang dikritik karena mengadopsi pendekatan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi di lapangan.
Jhony, seorang pedagang warung di kawasan Jakarta Selatan, menilai kebijakan ini tidak berpihak pada pelaku usaha kecil. Ia menyoroti dampak besar terhadap warung-warung yang lokasinya berdekatan dengan sekolah atau taman bermain.
"Kalau buat saya, rokok itu jangan dinaikkan terus harganya. Kalau mau mencegah, bukan caranya dinaikkan, karena tetap saja dibeli orang. Makanya rokok ilegal laku karena murah," ujarnya.
Baca Juga: Asing Mulai Cawe-cawe Soal Aturan Kemasan Rokok Polos, Asosiasi Teriak Begini
Jhony menyebutkan bahwa omzet penjualan rokok di warungnya bisa mencapai Rp3–4 juta per hari. Ia khawatir larangan penjualan rokok di dekat sekolah akan memangkas drastis pendapatannya, terlebih jika barang dagangannya juga tak boleh dipajang secara terbuka.