Suara.com - Anggoro Eko Cahyo terpilih sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Hal ini diputuskan setelah menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada hari ini Jumat (16/5/2025)
Anggoro saat ini merupakan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan. Tentunya dengan jabatan baru sebagai Dirut BSI bakal meningkatjan kinerja perseoran tersebut.
Sebagai informasi, Anggoro Eko Cahyo,merupakan lulusan Magister IPB University tahun 2002 pada studi agribisnis manajemen. Tahun 2021, alumnus IPB University ini dilantik menjadi Direktur Utama BPJS Ketanegakerjaan.
Sebelum menempuh pendidikan di IPB University, ia mengemban ilmu di Institut Teknologi Indonesia dengan studi Industrial Technology and Management dan lulus pada 1992.
Dengan ilmu dan pengalaman yang dimiliki usai berkuliah di Institut Teknologi Indonesia, pada tahun 1994, Anggoro merintis karirnya di PT. Bank Negara Indonesia (BNI) dan menjabat sebagai Asisten Manager (ANGR) Marketing Officer.
Selain menduduki jabatan sebagai Asisten Manager, pada 2015 hingga 2018, ia pernah menjabat sebagai Direktur Konsumer BNI dan menjadi Kepala Bagian Keuangan pada Maret 2018.
Anggoro memulai kariernya di BNI pada 1994 sebagai Asisten Manager (AMGR) Marketing Officer. Anggoro pun pernah menduduki jabatan strategis di BNI, seperti Direktur Konsumer BNI pada 2015-2018 dan Direktur Keuangan BNI pada 2018-2020.
Anggoro juga duduk sebagai Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASP) sejak 2016. Anggoro merupakan lulusan Institut Teknologi Indonesia pada 1992. Dia kemudian melanjutkan jenjang Magister Management di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dengan kerja keras yang ia lakukan, setelah berkarir di BUMN BNI dan memiliki jabatan yang sangat strategis, mantan Wakil Direktur Utama BNI ini dipercaya untuk mengisi jabatan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Gelar RUPS, Ini Kandidat Calon Dirut Baru BSI
Sementara itu, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat pertumbuhan pembiayaan sebesar 15,46% (secara compounded annual growth rate/CAGR) sejak awal merger hingga Desember 2024. Sebagian besar pembiayaan tersebut didistribusikan ke segmen Ritel dan UMKM serta segmen Konsumen yang mengomposisi sekitar 72%.
Plt Direktur Utama BSI Bob T Ananta mengungkap merger yang diinisiasi pemerintah dan dilakukan pada 1 Februari 2021 terbukti berdampak pada percepatan pertumbuhan Perseroan. ‘’Aset BSI tumbuh agresif di mana dalam empat tahun tumbuh mencapai 14,28% (CAGR) semula Rp239,58 triliun pada akhir 2020 menjadi Rp408,61 triliun pada akhir 2024. Total aset tersebut mendongkrak BSI masuk ke peringkat enam," katanya.
Pertumbuhan aset kata Bob antara lain ditopang jumlah jaringan dan Dana Pihak Ketiga (DPK) di mana secara merger total kantor cabang BSI mencapai 1.039 outlet sehingga dengan branding yang baru, cabang BSI lebih terlihat. Jumlah nasabah pun telah mencapai di atas 21 juta dibanding sekitar 14 juta saat merger terjadi.
Sementara total Dana Pihak Ketiga per Desember 2024 mencapai Rp327,45 triliun saat sebelum merger. BSI juga konsisten menumbuhkan komposisi dana murah (CASA) sebesar 12,20% (CAGR) sejak awal merger hingga Desember 2024. Konsistensi fokus pada dana murah ditambah terus mengoptimalkan efisiensi biaya menjadikan BSI juga berhasil mempertahankan pertumbuhan laba double digit hingga Desember 2024.
Hingga Desember 2024 laba BSI tumbuh 33,77% secara CAGR semula Rp2,19 triliun pada akhir 2020 menjadi Rp7,01 triliun. Dampak dari pertumbuhan laba adalah naiknya Return on Equity (ROE) secara impresif. Pada Desember 2020 ROE BSI 11,18% dan naik menjadi 17,77% pada Desember 2024.
Dengan kinerja yang solid, kepercayaan investor terhadap kinerja BSI pun bertumbuh di mana saat ini investor pemegang saham perusahaan dengan kode ticker saham BRIS ini telah diisi oleh investor-investor global.